Dita merebah bergelung di ranjang dan air matanya masih mengalir membasahi pipinya sesekali ia seka dengan tangannya. Perasaan kalut, penyesalan,sedih dan rasa kecewa pada dirinya pastinya begitu berkecamuk maupun terus menghujami raganya. Pikiranya juga terganggu oleh pengakuannya Muda. Kenapa Muda yang memgakuinya? Apa dia begitu iba melihat dirinya. Apa dia mau sok jadi pahlawan maupun malaikat hidupnya. Apa dia bersungguh-sungguh karena melihat adu argumentasi dengan Papanya begitu mencengangkan dan meyakinkan seolah benar-benar dirinya yang telah menghamilinya.
Mamanya membuka pintu kamarnya. Merasakan kehadiran Mamanya masuk ke dalam kamarnya. Ia seraya buru-buru menghapus air mata dengan ke dua tangannya juga mencoba merapikan rambutnya yang beberapa helai menutupi wajahnya. Mamanya melangkah gontai sembari duduk di pinggir ranjangnya kesenduannya agak memudar. Mamanya memandangi sekujur tubuh anak gadisnya itu yang tiduran menyamping. Dita pun bangkit dari rebahan miringnya sembari tergesa menjatuhkan pelukan ke tubuh Mamanya sambil menitikan air mata mengisak tangis.
"Maafin Dita Maa, maafin Dita! Dita udah ngecewain Mama dan Papa...!"
Mamanya juga memeluk Dita sambil mengelus-elus rambut anak gadisnya itu dan mencoba menenangkannya dengan suara lemah lembut dengan segala segenap kasih seorang ibu.
"Sudah sudah, kamu gak usah minta maaf terus sama Mama dan Papa, Mama juga ikutan merasa bersalah sama kamu..."
"Tapi Maa-"
"Ssuutt, sudah, kamu tenangkan pikiran saja dulu daripada terus-terusan nangis dan minta maaf..."
Mereka berpelukan begitu masygul. Mamanya juga mengecup ubun-ubun Dita beberapa kali. Dita sesekali mengais air matanya yang mengelantung. Mamanya menanyakan dengan suara lemah lembut seolah semilir angin sepoi-sepoi yang menyejukan apalagi oksigennya bersih tanpa polusi masuk melalui cuping hidung yang sungguh melegakan rasanya di dada.
"Siapa namanya...?"
Dita agak terenyuh dengan pertanyaan Mamanya yang begitu lemah lembut tapi belum ia mengerti maksudnya sembari menyudahi berpelukan sambil menyeka air mata yang membekas di pipinya.
"Siapa namanya...?" Mamanya mengulangi pertanyaannya melirik lembut anak gadisnya yang mengusap-usap pipinya seraya dirapikan rambut anaknya yang terurai hampir menutupi kening dan penglihatan anak gadisnya itu. Dita agak tersipu malu memandang Mamanya.
"Mma ma maksud Mama aa apa?"
"Cowok itu, siapa namanya..."!
"Maksud Mama cowok yang tadi itu?"
"Terus, cowok yang mana lagi, kalo bukan cowok yang tadi, emang masih ada cowok yang lain lagi...?"
Dita pun agak terkesiap dengan lontaran ungkapan Mamanya yang dirasakan nyelekit dan agak menganggu di telinganya karena baginya terkesan menyindir padahal Mamanya tidak bermaksud seperti itu apalagi Mamanya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dita pun buru-buru menggeleng lemah untuk menyahuti ujaran pertanyaan Mamanya. Mamanya jadinya lebih menyelidik lagi dengan kembali melontarkan pertanyaan.
"Terus...?"
"Na nana namanya Mu Muda, Maa!"
"Muda?"
"Iiiya Maa..."
"Jadi namanya Muda, nama yang unik, orangnya juga ganteng dan berwibawa, kelihatannnya dia juga cowok yang baik dan pintar, pastinya juga cowok yang bertanggung jawab..."