"Muda memang sosok lelaki yang gagah dan cowok ideal. Siswa yang berprestasi dan terpilih sebagai ketua OSIS pula. Dia dari keluarga berada meski begitu dia bukanlah sosok cowok yang sombong. Maka siapa pun cewek yang dapat memikat hatinya pasti akan merasa beruntung. Selain menjadi pusat perhatian semua siswi satu sekolah bahkan ada dari luar sekolah karena keramahan pada siapa saja, juga karena otaknya yang cemerlang sehingga semakin ideal di mata kaum hawa, coba aja Muda menjadi pacar gue, gue pasti ngerasa cewek paling bahagia sedunia..."
Suara hatinya Tantri mengaung memuji dan menaruh impian dari sesosok seorang Muda. Bayangan Muda yang selalu menghantuinya. Membuatnya untuk selalu semangat berangkat ke sekolah dan bisa melihat senyumnya setiap hari seakan bisa menyihirnya untuk selalu merasakan kebahagiaannya. Apalagi menjadi pendamping dan hidup bersama-sama kelak di kemudian hari. Ah, apa rencana pemikirannya terlalu kejauhan? Tapi tidak apa-apa kan kalau dipersiapkan dari sekarang menjadi nyonya Muda. Bersiap dan belajar menjadi permaisuri dari pangeran Muda yang baik, cendikiawan, dermawan dan rupawan.
"Da? Kenapa sih lo betah banget ngejomblo, lo itu cari pacar kek biar lebih bersemangat dan bahagia lo terasa lebih lengkap..." Tantri yang sedari tadi curi-curi pandang mendadak nyeletuk seakan memancing-mancingi Muda yang duduk di sebelahnya. Mereka duduk berdampingan di sebuah bangku panjang dekat perpustakaan sekolah. Muda yang sedari tadi nampak serius membaca buku sontak menolehnya sekejap lalu memalingkan muka lagi seakan melanjutkan membaca buku yang digenggamnya.
"Ya mau gimana lagi, habis gak ada cewek yang naksir sama gue sih...!"
Mendengar jawabannya Muda yang dirasakan asal-asalan spontan Tantri menautkan alis, raut wajahnya sedikit ketarik ke belakang dan menyanggah.
"Siapa bilang, rasanya itu gak mungkin deh, masa cowok sebaik dan seganteng elo, sekarang jadi ketua OSIS lagi, gak ada yang naksir! Lo nya aja kali yang pilih-pilih, nyari yang perfect, gitu?"
"Emang kenyataannya gak ada...!" balas Muda sekenanya tanpa melirik Tantri seakan lebih asyik membaca buku. Tantri agak tersenyum getir dan menggeleng memelan atas ucapan Muda yang sama sekali tidak bisa dipercayanya.
"Ah, banyak kali yang naksir sama elo, elonya aja kali yang nggak menanggapi, gak merespon mereka, gak memberi signal lampu hijau..."
Mendengar ocehannya Tantri yang dirasanya nyeroscos begitu saja. Muda menghentikan aktifitas membacanya sejenak seraya memandang Tantri.
"Gue gak ada kriteria milih yang perfect, asal saling percaya dan saling cinta, bagi gue udah cukup, lagian apa kita mau nontonin dan nunggu sinyal lampu, terus asal beri lampu hijau tapi setelah itu, eh malah ditinggal...!"
Tantri menjadi berpikir sejenak dan manggut-manggut.
"Iya juga sih..."
"Tapi lo suka cewek kan...?" sambungnya lagi penglihatan menyelidik dan telunjuk tangan kanannya mengarah ke Muda. Muda sedikit terkesiap dengan pertanyaannya seakan sebuah penghakiman.
"Lo pikir gue gak normal gitu?"
"Ya bukan gitu, trus lo kenapa betah ngejomblo...?"
"Emang menurut elo kalo jomblo, berarti gak normal, belum tentu kan, kali aja nasib, milih sendiri dulu, ato emang belum ada yang mau sama dia.. "
"Ih kok lo agak dongkol sih, kan gue cuma nanya aja...?"
"Siapa yang sewot, gue cuma berargumen, terus lo kenapa juga jomblo, lo suka cowok kan?"
"Iya ya gue suka cowok dan cewek normal, jatuh cinta pada lawan jenis bukan sesama jenis, kan tinggal jawab gitu aja..."
"Iya deh,gue jawab, gue juga suka cewek, jagi udahan dong acara ngambeknya...!"
"Ih, siapa yang ngambek..."
"Itu apa namanya, melengos kayak gitu..."