Mudita

I Gede Luwih
Chapter #20

20. Penolakan

Muda duduk di kursi yang ada pada balkon rumahnya Dita. Dita berdiri pada pagar pembatas balkon dan memandang ke luar. Mereka memilih bersantai di balkon untuk menikmati kesejukan udara yang tidak pengap dari dalam rumah. Lebih-lebih bagi Dita bisa menikmati pemandangan di sekitarnya maupun meneropong jauh. Juga mencari sirkulasi udara yang lebih terasa adem untuk saluran pernafasannya. Mereka dilanda kebisuan. Muda memainkan tangannya dan sesekali memandang punggung Dita yang membelakanginya. Dita raut wajahnya lebih cerah dari sebelumnya, air matanya mulai mengering. Kesedihannya seakan sudah lenyap.

"Gimana keadaamu, Tta?" Muda memecah kebisuan di antara mereka.

"Gue belom tau keadaan gue baik ato nggak..." jawabannya Dita sekenanya membuat Muda kembali membisu dan menunduk. Dita sembari menoleh ke arah Muda yang termangu juga.

"Kenapa sih elo melakukan ini semua?" pertanyaan dari Dita membuat Muda mendongak. Pandangan mereka terasa bentrok. Muda agak mengangkat bahunya sembari berbicara.

"Tta, kita ini sahabat bahkan aku anggap kamu saudara aku sendiri, senang, susah, tertawa, menangis, bahagia, sedih, kita jalani bersama..."

"Iya gue juga merasakan hal yang sama..."

"Terus kenapa kamu masih bertanya lagi...?" Muda bersikap santai dan membuka tangan seakan menegaskan pertanyaannya dengan intonasi lemah tapi menyelidik.

"Tapi ini beda Da! Ini kasus yang besar, masalah rumit dan pelik, elo bisa-bisanya ngaku-ngaku, padahal elo tak terlibat sama sekali dalam membuat masalah..." Dita menggerutu sambil menyorot wajah dan penglihatannya Muda juga menyilangkan tangan pada dada.

"Iya, mungkin ini sudah bagian dari suratan yang di atas, pilihan hidup yang ingin aku jalani bersama kamu..." sahutan Muda agak terbata dan lemah lembut

"Denger Daa! Gue juga gak mau jadi pelakor, temen makan temen, nikung gebetan sahabat gue sendiri...!" bicara Dita agak meninggi dilepaskan silangan tangan di dada dan menghempaskan tunjukan pada diri Muda.

"Siapa bilang elo seorang pelakor?" balas Muda sekenanya.

"Gak usah pura-pura bego deh lo, Tantri suka sama elo, elo tau kan semua itu, dan elo juga suka kan sama dia..." Dita memalingkan muka sekejap seraya memandang Muda lagi.

"Iya, iya emang aku pernah suka sama Tantri, tapi aku gak pernah tau kalo ternyata Tantri juga suka sama aku, aku pikir cintaku ke dia bertepuk sebelah tangan..."

"Terus, sekarang elo udah tau semuanya kan? Kalian berdua saling suka, saling sayang dan saling cinta..."

"Iya emang aku dah tau semuanya, tapi aku udah bilang niatku ke Tantri, aku juga udah ngaku pada Mama kamu, Papa kamu, dan Papa aku kalo aku akan bertanggung jawab atas kehamilan kamu, aku gak bisa rubah keputusan itu..."

"Jangan sok jadi pahlawan deh, elo gak ada sangkut pautnya dengan cabang bayi ini, gue bisa atasi masalah gue sendiri.." nada bicara Dita agak mengeras sorot matanya sungguh menajam tapi Muda selalu bersikap santai meladeni dan menanggapinya.

"Tta kamu jangan ngomong gitu...!"

"Itu kenyataannya, elo emang bukan ayah biologis dari anak ini, gue ini gadis kotor, tapi kenapa lo mau tanggung jawab, kenapa lo rela berkorban untuk gue..."

"Bagaimanapun juga, anak kamu nanti butuh figur seorang ayah, dan kamu nggak usah menghakimi diri kamu sendiri, kalau kamu kotor, itu masih bisa dibersihkan..."

"Tapi, noda dan kotoran dalam diri gue nggak bisa dibersihkan dengan cara apapun, seperti kapas sekali ternoda bekasnya sulit dihilangkan..."

"Tubuh kamu memang ada bekas noda dan kotoran, Tta! Tapi hati kamu yang akan selalu bersih, hati kamu harus ada cinta, cinta itu yang membuatnya jadi selalu bersih..."

Lihat selengkapnya