MUDRA

Mega Yohana
Chapter #5

Rahasia Hati

Pu Walen duduk di tepi amben dan termenung. Pandangannya jatuh pada bandul kalung di dada Surasena. Alisnya mengerut, tangannya bergerak memeriksa bandul kalung itu. Saat membaliknya, seketika Pu Walen membelalak. Ukiran matahari tampak jelas pada salah satu sisi bandul. Matahari dengan delapan pancaran sinar.

Mata Pu Walen bergantian menatap bandul kalung, lalu menatap wajah Surasena. Dia tahu, ada sesuatu yang tidak beres di sini. Namun, mengingat anak yang mereka tolong masih belum sadar, Pu Walen tidak berani menyimpulkan. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menunggu. Menunggu anak itu bangun dan menjelaskan semuanya.

Pu Walen menarik kembali tangannya dan berdiri. Setelah menghela napas panjang, akhirnya dia berkata kepada Mandalika. “Sudahlah, kita tunggu saja sampai anak ini bangun. Nanti kita tanyakan padanya. Ganti bajumu.”

Mandalika tak memiliki pilihan selain mengikuti saran gurunya. Dia berganti pakaian, menjemur pakaiannya yang basah, lalu pergi ke dapur untuk memasak. Pikirnya, pemuda itu pasti merasa lapar saat terbangun nanti.

Tadi Mandalika melihat dua tusuk ikan gosong di bekas api unggun dekat mayat-mayat di hulu sungai. Pasti anak itu belum makan. Lagi pula, sebentar lagi waktunya makan sore. Mandalika membuat bubur nasi untuknya.

Bening asam berisi daun melinjo dan daun kelor, nasi liwet, ayam bakar, dan cabe bawang tersaji di meja. Mandalika juga menyiapkan dua kendi air minum, dua cawan, dan dua ajang untuk dirinya dan Pu Walen.

Bubur nasi untuk si pemuda asing dia jerang di tungku dengan api sangat kecil agar tetap hangat. Namun, bahkan setelah mereka selesai makan dan hari telah gelap, pemuda belia itu masih belum bangun. Malah badannya panas sekali.

Mandalika menjaram kening Surasena dengan kain basah. Digantinya kapas dan bubuk kunyit pada jahitan luka anak itu dengan yang baru dan dia bebat lagi dengan kain bersih. Selembar kain lebar diselimutkannya pada tubuh Surasena. Kain pembebat yang kotor dibawanya ke belakang untuk dicuci dan dijemur. Kemudian, dia pergi berlatih.

Setiap malam selepas matahari terbenam sempurna dan sorot merahnya tenggelam dalam kegelapan, Mandalika berlatih olah tubuh. Terkadang dia melatih keseimbangan tubuh dan ketenangan pikiran dengan berdiri satu kaki di pucuk galah yang ditancapkan di halaman, terkadang pula melatih kemampuan meringankan tubuh dengan berjalan di atas pagar di sekeliling halaman yang ujung-ujungnya runcing.

Malam ini, Mandalika berlatih menggunakan tongkat. Tongkat itu terbuat dari galih asam. Panjangnya satu depa, besarnya segenggaman, berwarna cokelat tua nyaris hitam, dan halus mengilat. Tidak ada hiasan atau ukiran apa pun pada tongkat itu. Kecuali corak asli dari serat-serat kayunya, tongkat itu benar-benar lurus dan polos dengan kedua ujung sedikit membulat.

Lihat selengkapnya