MUDRA

Mega Yohana
Chapter #10

Rājamudra dalam Babad Suranagara

Kisah dalam Kakawin Mahāyajamāna berakhir setelah Cunduk Jumantan dikalahkan dan para kala dan rākṣasa pengikutnya dijauhkan dari alam manusia.

Selanjutnya dalam Babad Suranagara dikisahkan, setelah Cunduk Jumantan dikalahkan dan para kala dan rākṣasa dijauhkan dari alam manusia, Raktakumuda menjadi raja di kerajaan yang baru, Kerajaan Manggala Keta. Dia kehilangan anugerah kekekalannya. Dalam waktu singkat, tubuhnya menua dan rambutnya memutih seluruhnya. Namun, dia memerintah dengan adil dan bijaksana.

Tidak ada kisah lebih lanjut tentang saudara Raktakumuda. Ada yang bilang Swetakumuda mencapai moksa, ada yang bilang dia masih ada di salah satu gua di puncak Gunung Wungar. Namun yang pasti, kisahnya tak ditulis dalam Babad Suranagara maupun dalam naskah-naskah lain.

Pada warsa kedelapan pemerintahan Raktakumuda, dia memanggil delapan pengikutnya yang paling setia dan bijaksana, dan memecah wilayah kerajaannya menjadi sembilan bagian. Kerajaan Manggala Keta berada di tengah, menjadi pusatnya, dengan delapan kerajaan pecahan tersebar di delapan penjuru angin. Mereka hidup berdampingan dengan tenteram hingga Raktakumuda meninggal tiga warsa kemudian.

Raktakumuda orang yang bijaksana. Dia menyadari bahwa rājamudra adalah senjata yang sangat hebat dan bisa menjadi sangat berbahaya jika jatuh ke tangan orang yang salah. Oleh karena itu sebelum meninggal, Raktakumuda memanggil kedelapan raja yang merupakan pengikutnya yang paling setia, dan bersama-sama mereka menyimpan rājamudra di alam guhya, alam rahasia dan tersembunyi.

Mereka disumpah untuk tidak membuka rahasia dan tidak mengambil rājamudra untuk diri mereka sendiri. Mereka disumpah untuk menjaga ketenteraman di Kanakadwipa agar bencana besar tidak lagi terjadi. Sementara Raktakumuda sendiri membubuhkan mantra rahasia terhadap rājamudra agar nanti hanya muncul pada saat tertentu dan kepada orang terpilih.

Sepeninggal Raktakumuda, kedelapan pemimpin kerajaan pecahan bersama-sama menjaga Manggala Keta. Mereka tidak memilih raja baru dan tidak berebut untuk menduduki takhta Manggala Keta.

Sesuai pesan Raktakumuda, Manggala Keta diubah menjadi tempat pemujaan. Sebuah candi agung didirikan di sini, dan istana Manggala Keta diubah menjadi tempat untuk belajar. Hal ini berlangsung secara turun-temurun hingga pada generasi kelima, setelah tiga abad lamanya ketenteraman tercipta, mulai muncul riak-riak perselisihan.

Kekhawatiran Raktakumuda tentang orang-orang serakah yang menginginkan kekuasaan untuk kepuasan pribadi benar-benar terjadi.

Kedelapan kerajaan mulai memperluas wilayah, menundukkan tanah-tanah yang sebelumnya tidak termasuk ke dalam wilayah mereka.

Ketika tanah-tanah tak bertuan makin sedikit, mereka mulai saling sikut, saling menyerang untuk memperebutkan wilayah kekuasaan. Sementara pada saat yang sama orang-orang di Śabara menjadi kian tertutup dan melepaskan diri dari dunia luar.

Pada generasi ketujuh, empat abad sejak kematian Raktakumuda, kedelapan kerajaan benar-benar jatuh ke dalam perpecahan.

Lihat selengkapnya