MUDRA

Mega Yohana
Chapter #13

Dugaan dan Rencana

“Saya tidak tahu kenapa orang-orang itu memburu saya. Tiba-tiba saja mereka mengepung rumah kami.” Surasena menuturkan.

“Rama menyuruh saya lari bersama Ki Dama, tapi mereka berhasil menyusul saat kami beristirahat di tepi sungai. Saya beruntung Pu Walen dan Kak Mandalika1 menolong saya.”

Surasena mempererat genggamannya pada bandul kalung. Dia menunduk sedih mengingat nasibnya. Dia juga belum mengetahui bagaimana keadaan keluarganya saat ini. Apalagi sekarang Ki Dama sudah tiada, akan bagaimana nasib Surasena nanti?

“Di mana rumah Raden? Nanti biar Mandalika mengantar ke sana saat keadaan Raden sudah cukup pulih. Atau, dia bisa menengok lebih dulu untuk memastikan keadaan keluarga Raden.”

Surasena ragu-ragu. Ramanya selalu mengingatkan agar dia berhati-hati terhadap orang asing. Sebab, tak semua orang bisa dipercaya.

Rahasia Surasena tidak bisa diumbar kepada sembarang orang. Apalagi sekarang, ketika jelas-jelas orang-orang dari Śabara itu mengejarnya. Surasena tidak ingin memberikan petunjuk apa pun. Bagaimana jika pengetahuan tentang jati dirinya sebagai putra Rakai Paminggir yang sedang diburu mengundang lebih banyak orang untuk mengincar dirinya?

Di sisi lain, Surasena merasa Mandalika dan Pu Walen adalah orang baik. Perasaan Surasena mengatakan untuk memercayai mereka. Lagi pula, Surasena tak memiliki siapa pun lagi untuk diandalkan sekarang.

Surasena mengambil keputusan. “Saya tinggal di Paminggir, Ki,” jawab pemuda belia itu akhirnya. Bertaruh dan berharap keputusannya ini tepat.

Pu Walen mengangguk-angguk. “Baiklah, sekarang Raden istirahat saja dulu.” Ditepuknya pundak Surasena sebelum berdiri dan meninggalkannya.

Mandalika masih duduk di lincak ketika Pu Walen kembali ke belakang rumah. Pu Walen berdiri di dekatnya dengan kedua tangan menaut di punggung.

“Anak itu memang terlihat seperti anak bangsawan,” katanya. “Tapi, hanya dari penampilan saja tidak bisa digunakan untuk menilainya. Kau tidak perlu membencinya hanya karena dia terlihat seperti anak bangsawan.”

Mandalika menyandarkan punggung pada dinding gedek. “Bagaimana jika benar dia anak bangsawan?”

“Jika pun benar, apa dia pernah berbuat salah padamu?” tanya Pu Walen. Melihat Mandalika tidak menjawab pertanyaannya, pria itu hanya menggeleng pelan. Dialihkannya pembicaraan ke hal lain yang lebih penting.

Lihat selengkapnya