MUDRA

Mega Yohana
Chapter #29

Rahasia Lain

Juru Bapuh memperhatikan Mandalika, lalu tertawa. “Hahaha! Anak Muda, aku suka perangaimu. Kau bibit yang bagus. Jika bergabung denganku, aku bisa membuatmu lebih kuat dari sekarang. Aku juga bisa memberimu banyak uang. Atau wanita, jika itu yang kau inginkan.”

Juru Bapuh menoleh ke arah Surasena dan menunjuk dengan dagu. “Kau hanya perlu menyerahkan bocah itu kepadaku,” ujarnya menyeringai.

Mandalika tersenyum. Tatapannya menggelap. “Sayangnya,” tukas pemuda itu, “aku sudah berjanji akan membunuhmu jika bertemu.”

Tanpa banyak bicara lagi, Mandalika menerjang. Dia mengejutkan Juru Bapuh dengan serangannya yang tiba-tiba.

Juru Bapuh segera melompat mundur dan mengayunkan lengan. Golok yang sebelumnya dia genggam kini terbang, memelesat ke arah Mandalika.

Mandalika merendahkan tubuhnya ke belakang dan berputar, berkelit menghindari serangan golok terbang dan sesekali menangkis dengan tongkat galih asam miliknya.

Golok terbang itu sangat tajam. Jika berbenturan dengan tongkat kayu biasa, tentu si tongkat kayu akan langsung tertebas. Namun, tongkat Mandalika bukan berasal dari sembarang kayu. Itu adalah tongkat galih asam yang kuat dan keras seperti batu. Tongkat itu merupakan pemberian Pu Walen. Saat memberikan tongkat itu, Pu Walen berkata bahwa tongkat galih asam itu berasal dari Gunung Wungar dan tidak akan kalah oleh senjata apa pun.

Mandalika sempat bertanya-tanya bagaimana gurunya bisa mendapatkan pusaka sakti dari Gunung Wungar, tetapi karena gurunya tak berniat memberi tahu, dia pun berhenti bertanya dan menerima pemberian itu dengan penuh syukur. Mandalika sudah membuktikan, tongkat galih asam miliknya memang sangat kuat.

Juru Bapuh terus menggerakkan lengan dan jari-jarinya untuk mengendalikan arah golok terbang. Meskipun silat si pemuda tidak terlalu tinggi, Juru Bapuh bisa menilai bahwa senjata bocah itu bukan senjata sembarangan. Berkali-kali berbenturan dengan tajamnya mata golok, tongkat itu masih utuh. Tergores pun tidak.

Akan tetapi, bukan Juru Bapuh namanya jika tidak bisa menemukan cara. Dia mendapatkan julukan ini bukan tanpa alasan.

Sejak meninggalkan Rawikara, sudah banyak nyawa melayang di tangan Juru Bapuh. Bagi para Rawikara, dia sudah mati belasan warsa yang lalu ketika para Rawikara yang memberontak ditangkap dan dijatuhi hukuman mati di alun-alun kuṭarāja. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahui kebenaran bahwa dia masih bernapas di muka bumi ini. Salah satunya adalah orang itu, si tua bangka yang kelihatan lemah, tetapi memiliki kekuatan dan pengaruh yang tidak main-main.

Sewaktu muda dan masih tergabung dalam Rawikara, Juru Bapuh tertarik oleh perbawa orang itu dan dengan mantap memutuskan untuk mbalela terhadap Raja dan berbalik mengabdikan diri kepada orang itu. Siapa sangka, sekali dia mengabdi kepadanya, dia tidak pernah bisa lepas lagi.

Orang itu menyelamatkan Juru Bapuh dari hukuman mati dan sebagai ganti, Juru Bapuh harus melakukan pekerjaan kotornya, menjadi tukang jagal untuknya. Menjadi pembunuh bayaran yang khusus melayani orang itu.

Juru Bapuh melirik Surasena yang berdiri di tepi, lalu dengan enteng mengibaskan lengannya. Golok terbang yang semula menyerang Mandalika, kini memelesat ke arah Surasena.

Mandalika melompat dan mengadang golok terbang itu.

Klang!

Mata golok kembali membentur tongkat.

Juru Bapuh menahan lengannya di udara, mencoba untuk terus mendorong seraya memperhatikan. Kuda-kuda Mandalika sangat bagus. Dia mampu menahan dorongan golok terbang Juru Bapuh dan hanya terdesak mundur sedikit. Juru Bapuh menyeringai.

Lihat selengkapnya