MUDRA

Mega Yohana
Chapter #35

Kabut Tersibak

Rombongan Wreddhamantri Arya Angiri tiba di sisi timur Alas Kalimutan. Hutan wingit itu membentang mengelilingi Gunung Wungar, dan sisi timur adalah sisi yang paling dekat dengan kaki Gunung Wungar.

Ada kira-kira seribu orang dalam rombongan Wreddhamantri, termasuk Wreddhamantri Arya Angiri sendiri, Senapati Gagak Ireng, dan Parwani.

Parwani memimpin jalan. Dia merapalkan mantra untuk menyibak kabut yang melingkupi Alas Kalimutan. Memang tidak kuat dan tidak sekokoh mantra orang-orang asli Śabara, tetapi cukup untuk membuka jalan.

Sementara Parwani merapal mantra, sekitar lima puluh prajurit membabat semak-semak untuk membuat jalan setapak yang lebih lebar. Mereka terus melakukan itu hingga rombongan masuk lebih dalam ke hutan.

Binatang-binatang berbisa di Alas Kalimutan menjadi marah ketika banyak orang asing mendesak masuk dan merusak hutan. Binatang-binatang itu menyerang. Satu per satu prajurit yang membabat alas tumbang. Melihat itu, Wreddhamantri memerintahkan semuanya berhenti.

“Bakar hutan ini!” perintahnya.

Para prajurit segera mematuhi. Mereka yang membawa bergentong-gentong minyak tanah segera merangsek maju dan mengucurkan minyak itu, lalu menyulutnya. Api seketika melahap semak-semak dan pepohonan, dan terus merambat makin lebar, meninggalkan jejak abu dan arang yang menghitam.

“Tak terlalu wingit, eh?” cemooh Wreddhamantri saat melihat hutan di hadapannya terbakar. Dia tertawa sinis saat melihat para binatang berlari menghindari api dan berbagai jenis ular melata menjauh.

Asap yang mengepul dari hutan di sisi timur menarik perhatian Pāṇīndriya yang sedang berjaga. Pāṇīndriya itu meniup peluit untuk memperingatkan rekan-rekannya, sementara dia sendiri pergi memeriksa.

Lengking peluit terdengar oleh Sang Narottama dan Hyang Acaraki yang berada di puncak Swetaśikhara.

“Apa yang terjadi?” tanya Hyang Acaraki saat melihat asap membubung di hutan sebelah timur. Api berkobar cepat melahap pepohonan.

“Gusti,” seorang Pāṇīndriya datang melapor, “sekelompok orang membakar alas timur. Mereka membawa pasukan.”

“Pasukan?” Sang Narottama menatap adiknya. Hyang Acaraki balas menatap tanpa mengatakan apa pun.

“Salah satu dari mereka merapalkan mantra untuk membuka tabir kabut. Satu orang yang lain tampaknya mampu mengendalikan para binatang.”

“Kumpulkan teman-temanmu, kita cegat mereka sebelum merusak hutan lebih jauh!”

“Baik!”

Pāṇīndriya itu melompat pergi untuk melaksanakan perintah. Semuanya berkumpul tak lama kemudian, termasuk mereka yang baru keluar dari Gua Poṣadhan. Hanya satu yang tidak hadir.

“Di mana Sakha?”

“Dia sudah di sana. Dialah yang meniup peluit.”

“Baiklah. Tiga orang tinggal untuk berjaga di kawah, lima orang menjaga para penduduk. Selebihnya ikuti aku!”

“Baik!” Para Pāṇīndriya menjawab serentak. Tiga langsung turun ke Kawah Garbha Dumilah, lima kembali ke desa, sisanya sebanyak sembilan belas orang mengikuti Sang Narottama dan Hyang Acaraki pergi ke alas timur.

Di alas timur, sepertiga bagian hutan sebelah timur telah habis terbakar. Api terus merambat, makin lebar melahap pepohonan.

Kartika Wulung dan Kartika Salaka menjejak tanah hitam bekas terbakar tepat di hadapan Wreddhamantri Arya Angiri. Mereka melihat seorang Pāṇīndriya yang lebih dulu mencegat kini tergeletak tak bernyawa. Kaki Wreddhamantri menendang Pāṇīndriya itu.

“Siapa kau dan apa maumu membakar hutan ini?” tuntut Sang Narottama. Di sampingnya, Kartika Salaka mengenali orang yang ada di hadapan mereka.

Lihat selengkapnya