Beberapa hari kemudian...
Renata memarkirkan motornya di halaman sebuah rumah mewan dan besar. Rumah itu mungkin lebarnya ada dua puluhan meter dan panjangnya juga mungkin begitu. Di depan gerbang ada satpam yang berjaga, ketika dia masuk harus melapor terlebih dahulu tadi. Tiga buah mobil terparkir rapi di garasi. Halamannya asri, banyak bunga-bunga dan pohon-pohon tumbuh subur, di tengah halaman berdiri air mancur berbentuk kerucut.
Renata memencet tombol bel di rumah itu. Tidak lama kemudian seorang asisten rumah tangga membukakan pintu dan mempersilahkan masuk. Ia memasuki ruang tamu yang luas dan mewah itu dengan hati berdebar, khawatir dengan segala yang akan terjadi nanti, apalagi ia belum pernah bertemu putri Gubenur.
Ibu yang dulu menemuinya di lapangan datang menghampirinya, lalu di susul asisten rumah tangga tadi membawakan makanan dan minuman.
"Terima kasih kamu sudah datang, Dik. Ruang belajar anak saya ada di dalam, cuma dia kadang suka belajar di taman belakang." Ucap Ibu Gubernur dengan senyum manisnya.
"Nanti berikutnya pas kesini langsung lewat belakang saja supaya lebih dekat ke taman belakang. Clara biasanya suka ngambek kalau aku bad mood, tolong dimengerti saja ya, anak seusianya memang labil...," pesannya lagi.
Setelah berbincang-bincang tentang berbagai hal seperti asal usul, background pendidikan, kontrak mengajar, dan lain sebagainya, akhirnya Renata di bawa ke tempat Clara berada. Sebuah ruangan yang besar dan rapi, di dalam terdapat perpustakaan mini, komputer, dan berbagai alat peraga pembelajaran. Namun, si empunya ruangan seperti tidak tertarik dengan segala fasilitas yang ada, justru dia sibuk dengan ponselnya seolah punya dunianya sendiri. Renata berkhayal, jika saja ini ruangan miliknya, ia akan duduk disana seharian melahap buku-buku setiap hari.
"Clara, ini Kak Renata yang akan membantumu belajar Bahasa Inggris...," ucap Ibu Clara dengan lembut.
Clara melepas pandangannya dari ponsel, lalu beralih menatap Renata.
"Mama..., kenapa selalu membawakanku guru sih..., aku capek belajar, tau'...," gerutu Clara sambil berdiri hendak berlalu.
"Clara..., nggak baik, lho, Kak Renata sudah jauh-jauh datang tapi kamu cuekin gitu," tegur Ibu Clara.
Clara duduk kembali dengan malas.
"Saya tinggal dulu ya, Dik. Kalau ada perlu panggil saja Bi Iyam si dapur situ," ucap Bu Clara sambil menunjuk ke arah dapur.
Tinggallah Renata dan Clara di ruang itu. Renata berdiri dengam canggung dan bingung mau mulai dari mana sebab Clara hanya diam dan sibuk dengan ponselnya. Renata menarik sebuah kursi lalu duduk di hadapan Clara.
"Kamu sangat sibuk dengan ponselmu, apa ada komunitasmu?" Renata berusaha memecah kesunyian. Yang ditanya tidak bergeming dari ponselnya dan tidak juga menjawab.
Renata yang sangat suka membaca telah banyak melahap buku-buku psikologi. Untuk remaja seusia Clara memang butuh pendekatan emosional agar bisa mengambil hatinya. Jika ingin misi kita kepada remaja seusianya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat kita masuk dalam hatinya, sehingga dia mau mendengarkan dan melakukan apa yang diperintahkan.