Setelah lama aku perhatikan ternyata dia seorang peserta Olimpiade juga dari pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, rupanya dia anak IT. Sejak saat itu, kami jadi dekat. Dia sering ke kelasku, membawakanku Ice Cream, jalan-jalan keliling kota dengan motor besarnya, bahkan aku bertemu teman-teman gengnya. Orang-orang mengira kami pacaran karena kedekatan kami, tapi tidak, Clara, kami tidak pacaran. Bagaimanapun baiknya Heroku, tetap hatiku hanya terpaut pada Ketua Osis.
Tapi, Hero ternyata punya pandangan yang berbeda. Dia benar-benar jatuh cinta padaku.
"Ren, kamu tahu, dalam dunia IT yang paling berharga adalah Script untuk menghidupkan dan menjalankan program. Dan apa kamu tahu, dalam duniaku, yang paling berharga adalah kamu. Dengan kehadiranmu, aku menjadi sosok yang berbeda. Dulu aku sekolah dan berprestasi hanya sekedar memenuhi kewajibanku sebagai anak dari orang tuaku. Setelah semua tugasku selesai, aku jalang meliar ke duaniku yang gelap. Tapi semanjak aku mengenalmu, aku punya warna baru dalam hidupku, dan aku mengubah pola hidupku yang tidak jelas itu menjadi lebih terarah...," ucapnya waktu itu ketika kami jalan-jalan di alun-alun. "Apakah kamu bersedia menjadi Script hidupku, Ren?" tanya Hero dengan tulus.
Tentu saja aku simpati padanya, dia sangat baik, perhatian, kurang apa lagi darinya? Tapi aku tidak bisa membohongi hatiku.
"Maafkan aku, Hero, tujuanku masuk di sekolah ini hanyalah untuk belajar agar apa yang aku cita-citakan terwujud, juga aku bukan orang kaya sepertimu, aku tidak bisa bersantai dan punya kesibukan lain selain belajar..., aku berharap kita tetap menjadi teman seperti sedia kala," jawabku agar ia tidak membenciku karena menolaknya.
Kami tetap berteman. Dia terlihat cemburu saat aku ada urusan dengan Ketua Osis, namun dia tidak mengatakan apapun.
Hingga mereka, Ketua Osis dan Hero lulus dari sekolah, mereka masuk ke Universitas dan larut dengan kesibukannya masing-masing. Seolah aku dilupakan begitu saja." Renata menutup ceritanya dengan sendu.
Clara ikut terbawa suasana, ia diam tidak bertanya lagi.
Ternyata masa lalu guruku yang baru ini begitu pahit, pikirnya.
***
Renata sangat bahagia langkah pertamanya mengambil hati gadis labil itu sukses meski dia harus mengenang masa lalunya kembali. Ya, masa lalu yang ingin dia lupakan kini harus di ingat kembali. Renata termangu di atas ranjang sambil memeluk lutut dan menyandarkan dagu ke atas lututnya.
"Tengah malam jagan melamun! nanti kesambet!" suara merdu Virgy mengagetkan Renata.
"Kamu belum tidur?" Renata malah bertanya.