Mungkin Esok Aku Mati

widya erliana
Chapter #3

Bab 3. Penyakit Misterius

Di tengah kecemasan akan kondisi Mama, tiba-tiba ponselku berbunyi. "Papa?" batinku saat melihat nama yang tertera di layar ponsel. Segera aku mengangkat panggilan telepon itu.

"Hal..."

Belum sempat Papa menyapa, aku sudah memotongnya terlebih dahulu. "Papa lagi ngapain sih? Gak tahu apa di rumah lagi gawat!" ucapku kesal.

"Gawat?" Papa terdengar terkejut.

"Iya, Mama sakit, sekarang lagi dibawa ke rumah sakit," balasku dengan suara tegang. "Mending sekarang Papa buru-buru pulang, kasihan Mama. Marcell sama Sandy juga gak mungkin bisa urus Mama di rumah sakit!" lanjutku.

"Iya, besok pagi Papa pulang," jawab Papa singkat.

"Papa juga gak jujur kalau usaha mebelnya lagi ada masalah! Kenapa gak jujur aja sih, Papa?" aku tidak bisa menahan emosi yang sudah terpendam.

"Mama cerita?" tanya Papa.

"Iya, kan emang udah seharusnya Zara tahu." jawabku, semakin kesal.

"Bukan gitu, Zara. Papa takut nanti kuliahmu keganggu. Pokoknya sekarang kamu gak usah khawatir, Papa sudah dapat solusinya."

"Tapi, janji. Kalau ada masalah lagi, Papa harus cerita," tekanku, berharap Papa mendengarkan.

"Iya, sayang. Udah ya, Papa mau siap-siap, biar besok bisa langsung pulang."

"Oke."

Telepon ditutup. Aku merasa sedikit lega setelah berbicara dengan Papa, meskipun rasa khawatirku tetap menggelayuti.

Selang beberapa menit, sebuah pesan masuk.

[Kak, ini udah sampai rumah sakit] tulis Sandy.

[Kabarin kakak terus ya, Cell] balasku.

[Iya, Kak]

Sandy terus memberiku kabar terbaru tentang kondisi Mama. Katanya, Mama langsung dimasukkan ke ruang ICU karena kondisinya memburuk selama perjalanan ke rumah sakit. Mama juga sempat teriak-teriak karena tak kuat menahan rasa sakitnya. Beberapa kali kejang-kejang hingga akhirnya tak sadarkan diri. Dokter masih terus melakukan tindakan intensif.

Sepanjang malam, Sandy, Marcell, dan Bi Ikah berjaga di rumah sakit, karena khawatir kalau kondisi Mama tiba-tiba semakin buruk. Begitu pula aku yang tetap terjaga, meski berada jauh dari rumah. Sampai akhirnya aku tertidur...

Entah berapa lama aku tertidur. Saat bangun, aku merasa basah kuyup di bantal. Kulihat jam, waktu menunjukan pukul 7 pagi. "Ya ampun, Mama!" ucapku panik sambil mencari ponsel yang terjatuh ke lantai.

[10 pesan dari Sandy belum dibaca]

Aku buru-buru membuka pesan-pesan itu, sambil berharap tidak ada kabar buruk yang masuk di pagi hari ini. Aku membaca pesan Sandy dengan hati-hati. Ternyata, dia hanya ingin memberitahu bahwa kondisi Mama sudah stabil. Papa juga sudah datang ke rumah sakit dan langsung menyuruh Sandy, Marcell, dan Bi Ikah untuk istirahat di rumah.

Setiap hari aku terus memantau kondisi Mama di rumah sakit. Entah berapa banyak air mata yang kutumpahkan, setiap kali melihat foto Mama yang terbaring tak berdaya. Rasanya ingin sekali pulang ke Indonesia, tapi Papa selalu melarangku.

Lihat selengkapnya