Hidup selalu berjalan dengan apa adanya. Hanya manusia yang menginginkan hal-hal istimewa. Seperti halnya kamu yang selalu berharap segala hal berada di bawah kendalimu. Apa yang ingin kamu harapkan haruslah bisa kamu dapatkan. Kamu lupa, bahwa sejatinya di dunia dan kehidupan ini, ada satu pengendali paling akbar: Tuhan. Dan kamu hanyalah ibarat setitik anai-anai yang beterbangan. Ada atau tidaknya kamu, dunia akan tetap terus berputar dan waktu pun akan tetap terus berjalan.
***
Belum selesai masalah perizinan akses jalan dengan kepala desa, kini muncul satu masalah baru: banyak ikan mati ditemukan mengambang di anak sungai yang mengalir dekat perkebunan kelapa sawit tempatmu bekerja. Kabar itu cepat sekali menyebar, dari mulut ke mulut, hingga sampai ke telinga Rustam. Saat kamu dan tim tengah mengecek kondisi sungai yang menguarkan aroma busuk menyengat lantaran bangkai-bangkai ikan, Rustam datang bersama beberapa perangkat desa. Wajahnya merah padam. Kamu tahu kalau laki-laki itu sedang menyimpan amarahnya. Kamu juga ingat perihal cerita rekanmu yang mengatakan bahwa sedari dulu Rustam memang tidak pernah suka dengan kehadiran perusahaan di kampungnya.
Ketegangan segera terjadi. Wajah kepala desa itu begitu serius dan menyimpan banyak ledakan. Rustam berdiri di depan kerumunan, sembari menyiapkan kata-katanya.
“Kita harus segera mencari tahu apa yang menyebabkan kematian massal ikan-ikan ini!” kata Rustam dengan nada tegas. “Saya yakin ini adalah hasil pencemaran dari perusahaan kelapa sawit yang ada di dekat sini," imbuhnya lagi, lebih seperti menuduh.
Kamu yang merupakan staf di perusahaan kelapa sawit tersebut tentu langsung merasa bingung atas tuduhan tidak berdasar tersebut. Kamu khawatir ucapan si kepala desa akan menggiring opini warga. Cepat-cepat kamu berusaha mengoreksi.
"Mohon maaf, Pak. Belum ada bukti yang jelas. Jadi belum tentu matinya ikan-ikan karena kesalahan perusahaan."
Rustam tampak tidak terima. Wajahnya masih saja merah. Mirip udang rebus. "Kalau bukan pencemaran, apa lagi yang bisa membuat ikan sebanyak ini mati."
Kamu tahu benar bahwa perusahaan selalu berusaha mematuhi standar lingkungan dan pengelolaan limbah yang ketat, termasuk penggunaan pupuk dan pestisida. Tuduhan tadi tentu saja seperti sambaran petir, tapi kamu tidak tahu harus mulai dari mana untuk membuktikan bahwa perusahaan kalian tidak bersalah. Kamu hanyalah staf, tidak memiliki kewenangan tinggi.
Kamu segera melaporkan situasi ini kepada manajer melalui sambungan handy talky, sementara Rustam masih saja menyudutkan pihak perusahaan seolah-olah sudah pasti bersalah. Memang, setiap staf lapangan masing-masing dibekali satu unit handy talky untuk saling berkomunikasi. Sehingga kendala sinyal yang sulit tidak menjadi kendala.
Setelah melaporkan kepada manajer, melalui handy talky, manajer meminta kesediaan kepala desa dan perangkatnya untuk bisa segera mendiskusikan masalah ini di kantor. Sementara itu, kamu dan beberapa staf lainnya diminta untuk melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
Kamu berkumpul dengan tim lingkungan perusahaan dan mulai menyusuri anak sungai serta mengumpulkan sampel air untuk diuji. Kamu juga memeriksa laporan dan sejumlah catatan pekerjaan di blok-blok yang berbatasan langsung dengan sungai untuk memastikan tidak ada kebocoran atau pencemaran limbah pestisida yang terjadi.
Sementara itu, ketegangan di kantor kebun semakin memanas. Warga yang marah akibat termakan ucapan Rustam mulai melakukan protes di depan kantor. Mereka menuntut agar perusahaan bertanggung jawab atas pencemaran yang terjadi. Tampaknya diskusi antara manajer dengan kepala desa tidak menemukan titik temu. Rustam yang masih kukuh dengan keyakinannya, mengumpulkan petisi dan meminta perusahaan untuk segera menghentikan operasi mereka sampai masalah ini terpecahkan. Kamu yang baru selesai memeriksa lapangan, pada akhirnya diminta untuk datang dan mengikuti jalannya diskusi yang cukup alot.
"Kami akan berusaha memikirkan solusi teknis untuk mengatasi kasus matinya ikan-ikan jika memang masalah terjadi karena adanya pencemaran racun dari perusahaan kami," ujar manajermu memberikan solusi.
Dengan cepat Rustam menggelengkan kepala. "Masalahnya bukan hanya tentang solusi teknis. Kami sudah terlalu sering mendengar janji-janji yang tidak ditepati. Kami membutuhkan tindakan nyata, bukan hanya kata-kata. Terlebih lagi, kami butuh transparansi dan komitmen yang kuat dari perusahaan Anda untuk memastikan bahwa tindakan perbaikan benar-benar dilaksanakan. Jika tidak demikian, kejadian yang sama akan tetap berulang."
Kamu yang mendengar ultimatum Rustam merasa benar-benar frustrasi. Bisa-bisanya ia begitu yakin kalau semua yang terjadi adalah ulah perusahaan. Namun, sebisa mungkin kamu tetap tenang. Berpikir dengan kepala dingin dan jernih.
"Ke depannya kami siap untuk memberikan transparansi penuh dan melakukan audit lingkungan secara terbuka. Kami juga siap untuk membuat perjanjian yang jelas dengan pihak desa. Tapi, untuk saat ini, yang terpenting adalah mencari penyebab dan solusi terbaik untuk mengatasi kasus matinya ikan-ikan. Apakah ada cara lain yang bisa kami lakukan untuk membuktikan komitmen kami kepada Anda, Pak?" Kali ini manajermu seperti kehabisan akal. Ia lalu meminta masukan yang sekiranya mampu membuat kekisruhan yang terjadi dapat segera reda.
Rustam tampak mempertimbangkan kata-kata manajermu itu. "Kami akan memberikan kesempatan untuk kalian mencari tahu penyebabnya. Kalau perusahaan ini terbukti menimbulkan pencemaran, mohon maaf dan dengan berat hati kami akan melakukan tindakan yang lebih keras lagi. Bisa jadi kami akan menuntut izin usaha kalian dicabut."
"Baiklah," jawab manajermu itu dengan penuh keyakinan. "Kami akan segera memberikan kabar jika kami sudah menemukan penyebab pastinya. Dan jika kami memang terbukti melakukan kesalahan, kami siap menerima konsekuensinya."