Umpamiu kemenyau dali carane, idok dipanggo mane nyiu ndek bu biyiu
Kite perneh munjaleu angai hinggeu mateu ahai lupe waktiu tipejoi
Sampe detuik inoih,
Dekok tempoik anu samiu ketikeu kite mumangkiu buloi
Kaye seroh Sibati bungiu tujiuh rupe; Supayeu badoi jango melupe
Mbiuh idok mbiuh kateu kaye, time idok titime pulo badi inoih
Serauk leh tikapauk, sihaih idok mungkin mangupauk.
Padang, 2019
_Lucy
(Umpama kemenyan dalam Carano14 tak akan beraroma bila tak dibakar
Kita pernah menjala angin hingga matahari lupa waktunya ia harus terpejam
Sampai detik ini,
Di tempat yang sama ketika kita memangku bulan
Dikau serahkan satu batang bunga tujuh rupa, supaya diriku tak melupakan
Mau tak mau katamu, terima tak terima pula diriku
Aturan telah berlaku, sirih tak mungkin berbohong)
*Beberapa hari lalu
"Sar, ke mana Putai? tak tampak sedari tadi" Tanya ibu Puti Dayang, Zubaidah Bandaro.
"Tadi Putai katanya sakit kepala, aku suruh tidur di kamar bundo" Jawab Sari
"Ya sudah, titipkan kain untuk Putai, besok kalian ikut rombongan pengantin kan?"
"Baik bundo, nanti Sari berikan untuk Putai"
Malam Rentak Kudo dengan semerbak aroma kemenyan membius semua yang menghadiri, membangkitkan banyak sekali petuah dari nenek moyang, wajar saja bila dilaksanakan Rentak Kudo, selain bertujuan melakukan perayaan juga menjadikannya sebagai media transaksi dengan para nenek moyang. Para Ninik mamak (petinggi adat) serta para Hulubalang sibuk bermondar-mandir memediasikan orang-orang yang terkapar karena kedatangan nenek moyang melalui media tubuh manusia. Tak lupa mereka menanyakan banyak hal, mulai dari warisan, pusaka, hingga pelet apa yang paling ampuh serta cara mendapatkannya. Malam itu pak Usnadi yang merupakan salah seorang warga mendapati dirinya dirasuki arwah salah satu nenek moyang, ia menyebut dirinya Singorapi Putih, dalam cerita yang beredar, Singorapi Putih dikenal sebagai sosok yang ambisius serta bijaksana, ia selalu telaten dalam melakukan hal apa saja, hal itu tampak dari ketika ia merasuki pak Usnadi, seketika setelah itu pak Usnadi tiba-tiba menjadi sosok yang berwibawa dan tenang, Salah satu Hulublang bertanya siapa gerangan yang merasuki Pak Usnadi, barulah mereka tahu itu adalah Singorapi Putih, segera Hulubalang tersebut memanggilkan seorang Ninik Mamak untuk menanyakan banyak hal.
"Ampun beribu ampun tuanku," Kata Ninik Mamak, sementara Sosok yang merasuki Pak Usnadi masih diam, hanya mengeram dan menatap tajam Ninik Mamak, tak berkedip sedikitpun. "Jika boleh hamba bertanya siapakah gerangan angku Ninek (nenek moyang) yang singgah malam ini?" Lanjut Ninik Mamak.
"Singorapi Putih, penakluk tanah Sabingkeh" Katanya.
Masih dengan tatapan yang sama, tajam serta menusuk langsung ke mata Ninik Mamak. Erangan masih terdengar, suhu badannya memanas, Ninik Mamak yang mengetahui hal itu meminta beberapa orang warga membawakan air putih, tak lupa juga sirih dan rokok nipah.
"Bau amis apa ini?" Kata salah seorang di antara warga
Tatapan tajam itu beralih ke arah suara, "Ayam hitam, bawakan sekarang juga!" Bentak Singorapi. Seketika mendengar perintah tersebut, ayam hitam yang selalu ada di setiap acara adat dibawakan, masih hidup dan utuh, ayam dengan bulu hitam pekat, kulit hitam, serba hitam termasuk jambulnya, disantap hidup-hidup oleh Singorapi, darah yang mengucur dari ayam tersebut juga hitam pekat. Darah membasahi pakaian yang dikenakan Usnadi, serta bersemarak bau amis dan pesing.
"Anak di pangku jadi batu, ikan di makan tinggal tulang, hilang dalam perjalanan, hanyut dalam pelayaran, begitulah perjanjian lama, tak boleh di langgar" Tutur Singorapi sebelum hilang meninggalkan tubuh Usnadi yang kemudian tergeletak di tempat.
"Apa maksudnya Ninik Mamak?" Tanya salah satu warga.