Kalaulah bukan kareno tubo, mano mungkin lauk mati tinayo
(Jika bukan karena tuba, mana mungkin ikan mati sia-sia)
Kalaulah bukan kareno cinto, mano mungkin badanku gilo
(Jika bukan karena cinta, mana mungkin diriku gila)
Pada malam hari ke-dua Ritual, Putai mendatangi kediaman Ino Supaik dengan perlengkapan lengkap, sesuai dengan instruksi Ino Supaik dua hari lalu tentang ritual yang tak boleh patah tengah atau tak selesai. "Besar risikonya, Kalau tak mati pasti gila" Satu kalimat yang selalu diingat Putai selalu setelah memutuskan menjalankan ritual Asek, dengan tujuan untuk melepas serau yang mengikatnya serta menelisik kematian ayahannda, Putai akan melakukan apa saja.
"Ini hari ke dua kau harus menjalankan ritual, sebagaimana kataku setelah kau memutuskan terjun dalam Asek, maka tak bolehlah kau mengelak, jika itu terjadi maka kau akan menerima konsekuensinya" Ino Supaik kembali mengingatkan akan hal yang sangat penting kepada Putai, sebab malapetaka yang datang bukan hanya kepada Putai, melainkan juga akan mengincar Ino Supaik.
"Sebelum Asek dilaksanakan, kau harus mandi dengan kembang tujuh rupa sembilan warna dahulu, agar apa saja yang mengikutimu sepanjang perjalanan rontok" Sembari menyiapkan perlengkapan ritual Ino Supaik memerintah Putai, "Nanti langsung saja ke tempat ritual, Ino tunggu di sana" Lanjutnya.
"Baik Ino,"
Dalam Cembung yang berisi tulang belulang, darah ayam hitam, sirih, dan jeruk purut, Terlihat komat-kamit mulut Ino merapal mantra, tampak lima orang penari pengiring mengikuti rapalan mantra Ino Supaik, kemenyan dinyalakan dalam tempurung, sontak asap mengepul semerbak berhamburan menyebar, kemudian Ino mengelilingi syarat perlengkapan Asek dengan menggotong tempurung berisi kemenyan ditangannya disertai lantunan lirik asek yang sendu,
"Berkeak nineak junjeu ngan di junjeu, berkeak ibiu ngandau dimu ngandau, berkeak bapeak ngan dimu mapoah, ooooh lepeh kuarau ku mintok ampau, mintok ampau gureu ngan ku junjeu"
Lantunan Syair yang keluar dari suara Ino Supaik begitu merdu, dengan suara serah basahnya memberikan kesan Dahin (Lampau). Dari kejauhan Puti dayang tampak begitu cantik dengan rambut panjang basahnya, berbalut kain putih yang dililit sedada ia mendekati area ritual, "Putai sudah siap Ino" Ujarnya.
"Mendekatlah nak, Berbaring di situ" Perintahnya.
Perlahan Puti Dayang mendekat ke tengah-tengah penari ritual, ditatapnya Ino Supaik kemudian berbaring. Ino Supaik dan pengikutnya pun melakukan ritual Asek. Tarian dimulai dengan melemparkan tujuh jenis kembang, lalu lantunan syair dibunyikan, mereka menari mengelilingi Puti Dayang sebanyak tujuh kali, asap kemenyan di tiupkan ke Putai, sembari syair dilantunkan. Tak lama berselang Puti Dayang tiba-tiba merangkak, dengan mulut menganga dan matanya membelalak. Merangkak seperti kadal yang haus, ritual dihentikan. Ino paham betul bahwa ada yang tidak beres dengan itu, ia memerintahkan penarinya menjauhi Putai, "Cepat jauhi dia!" Ino mencoba berinteraksi, menanyakan perihal siapa yang mengganggu ritual dengan lancang merasuki Puti Dayang. "Siapa di sana?" Ino mengulangi pertanyaan tiga kali, kemudian ia paham bahwa bahasa yang digunakan bukanlah bahasa manusia. Pertanyaan yang sama dilontarkan, akan tetapi Ino bertanya dalam bahasa Besemah (Bahasa Jin).
"Siapa di sana?"
"Siapa kau berani menanyakanku?" Putai menatap Ino tajam, air liur mengucur dari mulut Putai
"Kau yang mengganggu Ritualku!"
"Asek, hahahaha.. Kau tak akan bisa mengusirku dengan itu, Serau.. Serau.. Kau tak ada apa-apanya"
"Kau meremehkanku!" Kata Ino Supaik
"Hahaha.. Coba saja, tak ada manusia yang bisa mengusirku, sebab aku adalah Jin, lebih kuat dari kalian manusia!"
Seketika Putai yang dalam keadaan kerasukan menyerang Ino Supaik, cakarannya mendarat di wajah Ino, tak tinggal diam para pengikut Ino bergegas memegangi Putai, Tampak Ino dengan goresan wajahnya, berdiri menghampiri Putai, dipegangnya ubun-ubun Putai, ia rapal mantra pengusir. Putai menggeliat kesakitan, para penari pengikut Ino juga kesulitan menenangkan Putai yang dalam mengamuk. "Hahaha.. Sampai kapanpun kalian tak pernah benar-benar mengusirku"
"Pergi!" Ucap Ino sembari menyentakkan ubun-ubun Putai, dan kemudian Putai pingsan tak berdaya.
Ia di bawa ke rumah Ino Supaik oleh pengikutnya, Di baringkan di tengah ruangan. Ino dan pengikutnya berdiskusi akan kejadian tersebut.
"Ino, tampaknya Putai harus memutus ikatan yang merasukinya dahulu, barulah boleh dilanjutkan ritual" Ucap salah seorang pengikut
"Kita melakukan ritual untuk menghilangkan itu, bagaimana melepas ikatan tanpa ritual? tak ada cara lain!" Jawab Ino, "Ritual gagal! Hanya itu yang bisa Ino simpulkan" Ujarnya sembari mengunyah sirih dan menyalakan kretek.
Tak lama berselang, Putai perlahan bangun dari pingsannya setelah diberikan wewangian. "Kau tidur saja dulu, nanti ceritakan" Perintah Ino Supaik. Putai yang tak menyadari apa-apa lantas bingung akan apa yang terjadi, tak disangka ia telah berada di rumah Ino Supaik.
"Ritual asek sudah selesai Ino.." Betapa terkejutnya Putai mendapat wajah Ino Supaik dengan luka gores, "Ino kenapa? Siapa yang melakukan itu Ino?" Tanya Putai panik.
"Siapa lagi kalau bukan Puti Dayang" Jawab Ino ketus. Putai yang kaget mendengarnya mencoba mengingat kejadian tersebut, akan tetapi semakin ia coba mengingat maka semakin sakit pula kepalanya, "Sudah jangan dipaksa!" Ujar salah seorang pengikkut Ino
"Tapi, kenapa aku melakukan itu" Putai masih saja bingung akan perlakuannya terhadap Ino
"Ritual gagal!" Dengan tegas Ino berkata kepada Putai, Sontak membuatnya terkejut dan tak bisa berkata apa-apa lagi. "Besok kita putuskan dulu ikatanmu itu, barulah kita ulangi ritualnya, kau di sini dulu, jangan pulang"
Malam itu perasaan Putai benar-benar berkecamuk, bimbang, ragu, takut, dan cemas cukup untuk membuatnya tak bisa tidur. Semalam suntuk Putai memikirkan hal tersebut, tapi di lain sisi ia juga mempertimbangkan seorang pemuda yang dikenal orang-orang sebagai manusia gila, Unduk Sibalawi, meski hanya sebentar akan tetapi Putai penasaran di mana ia sekarang, sedang apa, dan apakah dia sendirian. Dalam lamunan Putai berkali-kali menyadarkan dirinya bahwa itu bukanlah apa yang ia inginkan, tapi benar-benar tak bisa dielakkan bahwa ia selalu memikirkan pemuda gila tersebut.
"Apakah ia benar-benar gila?" Ujar Putai sebelum ia terlelap dalam tidurnya.