Hari balai telah datang, sebagaimana biasanya setiap hari Sabtu semua pasar di Kerinci melakukan kegiatan jual beli, balai adalah kehidupan ke dua di Kerinci, bagaimana tidak, balai mempertemukan para pedagang dan pembeli, petani dan nelayan, juga pemuda dan pemudi. Semua hal baik banyak terjadi di sana, selain transaksi benda juga ada jual beli ternak, seni tawar menawar, tawa renyai anak-anak hingga jatuh cinta muda-mudi. Balai Sabtu, begitulah semua orang menyebutnya. Di balai Sabtu, pemuda dari Inderapura berjualan rempah-rempah, berbaur dengan masyarakat untuk melakukan transaksi jual beli.
"Ini rempah Inderapura nak?" Sembari memegang lengkuas, ibu-ibu itu bertanya
"Iya mak, ini asli dari Inderapura, hasil terbaik yang pernah ada" Jawab Damar, di antara ke dua saudaranya, Damar adalah yang paling jago dalam urusan negosiasi dengan pelanggan.
"Kalau begitu bungkus lengkuas dengan serai ya"
"Tak mau sekalian adasnya?" Damar menawarkan rempah lain
"Ya, sekalian itu juga"
"Jika hendak memasak gulai, akan lebih nikmat jika satu paket dengan daun salam, juga pala terbaik dari Inderapura" Sambil membungkus pesanan Damar masih mencoba menawarkan dagangan lain
"Kau sungguh lihai anak muda, mak ambil itu juga" Beliau tersenyum, "Berapa?" Tanya beliau.
"Andai mak membeli dagangan saya tak satu paket, mak akan kena biaya tambahan," Dengan senyum Damar bergurau, "dua ratus rupiah saja mak, sudah termasuk diskon akhir bulan"
"Apa saya tak salah dengar? Ini terlalu murah" Penuh keheranan ibu bertanya
"Begitulah mak, dalam kepercayaan kami, tak baik mengambil untung yang besar, toh ini saya juga sudah untung" Jelas Damar
"Kalau begitu terima kasih anak muda baik hati"
"Saya yang harus berterima kasih mak"
Seperti halnya kabar burung, berita tentang rempah murah berkualitas menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut, Lapak tiga pemuda dari negeri Inderapura pun ramai pembeli, matahari bahkan tak sampai setengah hari dagangan mereka telah habis terjual.
"Begitulah jika berniaga sesuai ajaran Rasulullah SAW. Tak ada ruginya" Ucap Abdul sembari membereskan lapak dagangan
"Selalu begitu Uda, kan adikmu ini jago dalam bernegosiasi" Tutur Damar sembari menghitung pendapatan
"Iya, abang Damar hanya penakut saja" Sanggah Patih
"Haha, sudah ayo beres-beres, kemudian mencari masjid"
Sembari membereskan Lapak, seseorang wanita mendatangi mereka.
"Permisi, saya dengar rempah di sini kualitasnya bagus, apakah masih ada?"
"Saya minta maaf ibu, sudah ha..bi..s" Abdul sekejap tertegun menatap kecantikan wanita itu, parasnya yang teduh serta kulit putih kuning membuat ia tampak begitu menawan. Wanita itu adalah Puti Dayang, saat itu ia hendak mencari rempah untuk memasak.
"Yah, baiklah, mungkin belum rezeki"
"Kalau nona mau, besok saya antarkan, masih ada beberapa stok di tempat peristirahatan kita" Jelas Abdul sembari tertunduk malu karena menatap wajah Puti Dayang