Kebanyakan orang mempunyai obsesi masa muda yang diharapkan terwujud saat ia telah dewasa. Sebagian berhasil mewujudkannya, sebagian tidak. Dahulu, saya bertekad sebelum usia 30 tahun harus punya mobil sport Eropa, serta tamasya keliling dunia. Alhamdulillah itu terwujud. Namun, jika dipikir-pikir sekarang, obsesi itu terdengar sedikit bodoh dan harus diakui, kekanak-kanakan.
Namun, setelah bertahun-tahun kemudian, saya mengubah obsesi pada hobi di masa muda yang waktu itu sangat saya nikmati. Saya jatuh hati lagi pada sepeda motor. Lagi-lagi karena mengikuti tren. Akhir 1996 ketika berumur 27 tahun, saya membeli Honda Shadow 400cc kali pertama dengan uang bonus perusahaan, menyusul BMW RC 1200, lanjut dengan Harley-Davidson Road King sebagai tunggangan. Kemudian resmilah saya menjadi seorang biker moge, anak motor!
Selanjutnya karena ingin mencoba motor yang baru, juga kebutuhan touring disesuaikan medan, saya mulai mencoba beberapa jenis dan merek: Kawasaki, Suzuki, Honda, BMW F800 GS dan 1200, Ducati segala jenis, KTM, Yamaha Tenere, Piaggio, Benneli, serta Royal Enfield.
Pekerjaan di sektor pasar modal dan investment banking saat itu memungkinkan saya sering road show, berjualan saham mengunjungi berbagai negara. Ketika mengunjungi kota-kota utama tempat para investor berada, saya berpikir untuk menjelajahi tempat-tempat baru di sekitarnya. Sepertinya lebih seru dilakukan dengan mengendarai sepeda motor. Melihat berbagai pemandangan di negeri asing dengan deru angin di sisi kita, wangi aroma bunga dan rerumputan, serta bau kue dan makanan lokal, bagi saya, sensasinya sungguh berbeda.
Sayang sekali, menjadi pengendara motor gede di Indonesia masih dianggap miring oleh sebagian orang. Ada yang bilang, kami hanya membuang-buang uang, berlaku seenaknya di jalanan, hingga suka balapan liar. Padahal, itu tidak sepenuhnya benar. Ada banyak komunitas anak motor gede yang lumayan baik. Ada banyak komunitas motor yang menerapkan standar keamanan berkendara (safety riding) yang ketat. Beberapa fokus menjelajahi gunung-gunung dan kota-kota terpencil, seperti yang saya suka. Mereka juga tak jarang melakukan kegiatan bakti sosial, baik yang dilakukan secara terbuka maupun diam-diam.