Musang Betina Berbulu Ayam

Yutanis
Chapter #1

Teror

Senyuman di wajah cantiknya perlahan-lahan memudar. Dia terduduk lesu di sudut perpustakaan. Pasti ada sesuatu yang tengah menginvasi pikirannya dan membuat keceriaannya terenggut. Dia banyak menunduk, kakinya yang berada di bawah meja pun bergerak dengan gelisah.

Aku berdiri di depan meja sirkulasi, menunggu pustakawan beres mendata buku-buku yang kupinjam. Aku masih memperhatikannya, dia tampak ketakutan. Ia mulai menggigit kuku-kuku di jarinya, itu kebiasaannya ketika dia ketakutan atau cemas. Aku jadi tidak sabar, aku penasaran juga khawatir, tak seperti biasanya dia seperti itu.

“Silakan, Mbak.” Pustakawan itu menyodorkan kartu dan buku-buku yang selesai didata.

Akhirnya, aku segera menerima kartu keanggotaanku dan buku yang kupinjam itu. “Terima kasih,” ucapku.

Aku bergegas menuju meja yang ia tempati. Aku tiba di depannya, tapi dia tidak menyadari kedatanganku. Aku simpan buku-buku yang kupinjam itu di atas meja, kemudian aku duduk. “Semuanya baik-baik saja, ‘kan?” tanyaku dengan pelan, dia masih diam. “Puspa?” tegurku.

Puspa yang sejak tadi menunduk pun, terlonjak. Wajahnya yang sayu itu terlihat tegang, alisnya yang tertata rapi ikut naik, ia juga menggigit bibirnya, dia ketakutan, seolah-olah aku ini akan menculiknya.

“Puspa, hey?” tegurku.

“Da-Dara … astaga, kapan kau datang?” tanyanya, ragu-ragu.

Ternyata benar, dia tidak menyadari kedatanganku. “Baru saja,” jawabku. “Kau kenapa, Puspa? Ada yang salah? Kau sakit?” tanyaku, khawatir.

Sebelum menjawab pertanyaanku, matanya terus-menerus melirik sekeliling, seperti hendak memastikan sesuatu. Tangannya gemetar, sangat jelas terlihat ketika dia memainkan ujung tali pada baju yang ia kenakan. “Ada … ada yang mengikutiku,” katanya pelan, nyaris tak terdengar, untunglah gerak bibirnya terbaca olehku.

Aku terkejut, aku pun jadi ikut panik. Aku menoleh ke sekeliling ruangan, aku bahkan berdiri memeriksa ke penjuru ruangan. Setelah kupastikan aman, dan tidak ada yang mencurigakan, aku kembali mendudukkan diri. “Maksudmu? Apa yang sebenarnya terjadi?” aku bertanya dengan suara sepelan mungkin.

Lihat selengkapnya