Kayla baru saja selesai menceritakan semua yang terjadi kemarin malam di hadapan Baba-nya. Tanpa bisa ia tahan, air mata berlompatan melalui pelupuk mata dan membanjiri kedua belah pipinya. Perlu beberapa menit dia menenangkan diri, mengatur napas dan menghelanya dalam satu helaan panjang. Sementara Baba hanya diam. Menunggu hingga Kayla kembali tenang.
Beberapa detik kemudian Baba berdehem dan membetulkan letak kacamata silinder di atas batang hidungnya. “Memang begitulah resiko menikah dengan seorang aktor. Dulu kau bisa meyakinkan Baba bahwa semuanya akan baik-baik saja dan sekarang kau datang ke hadapanku untuk mengadu tentang kisruh rumah tanggamu.”
Tatapan mata tajam Baba menghunjam relung hati Kayla dan membuatnya malu dengan diri sendiri. Kayla semakin menundukan kelapanya lebih dalam. Rambut cokelatnya yang kusut masai dia biarkan tergerai begitu saja. dia yakin Baba akan menudingkan telunjuk kepadanya dengan alasan bahwa ini sebagai balasan dari sikap keras kepalanya di masa lalu.
“Aku mengaku salah, Baba.” Lirih Kayla.
Hakan Calhanoglu kembali menghela napas dan menatap anak pertamanya itu dengan tatapan yang menimbang-nimbang. “Aku tidak akan menyalahkanmu dalam hal ini. Hanya saja, ini bisa menjadi pelajaran untukmu, bahwa kau tidak boleh terburu-buru dan tidak boleh melawan orang tua dengan alasan cinta.”
‘Nah, itu kau sudah menyalahkanku.’ Bisik Kayla. Jelas hatinya jengkel bukan kepalang. Mengingat dia menghadap ayahnya bukan untuk disalahkan dan diceramahi tentang masa lalu. Tapi ia ingin sosok ayah yang membela anaknya dan memberinya solusi dari permasalahan yang dia hadapi.
“Dulu aku sudah bilang kepadamu, Jeff bukan lelaki yang pantas untukmu. Kau bilang, dia seorang muslim. Dia mualaf. Dia bisa belajar islam. Dia…dia…dan dia, dan kau keluarkan semua alasan agar aku menerimanya sebagai calon suamimu. Aku menyerah dan menikahlah kau dengannya. Hasilnya, ini yang terjadi.”
Air mata kembali berlompatan di kedua pelupuk mata Kayla. Dia ingin lari dari hadapan ayahnya dan jika perlu mati saja. Jeff telah membuatnya sakit hati dan sekarang sakit hati itu semakin dalam dengan perkataan tajam ayahnya. Tidak ada yang bisa dia harapkan. Dia hanya bisa menangisi nasib.
Lihatlah, Anne-nya saja tidak bisa membantah kata-kata suaminya. Kayla tahu ibunya tidak setuju dengan sikap keras suaminya kepada anak pertamanya. dia tahu ibunya sosok yang lembut yang selalu memberinya keteduhan dengan nasihat dan solusi. Bukan penghakiman.
‘Lalu kenapa pula Anne menyarankan diriku untuk berbicara kepada Baba jika hasilnya seperti ini? Sekarang, bukan hanya Jeff yang aku benci, tapi juga Baba yang begitu gampang menudingku sebagai biang kerok segala ketidakberesan ini.’ Bisik Kayla di dalam hatinya.
“Aku sudah beberapa kali bilang kepadamu, lelaki itu sudah tenggelam dalam kejayaannya dalam dunia hiburan. Hollywood adalah bagian hidupnya yang tidak bisa dikompromikan dengan kehidupanmu. Dia seorang muslim, tapi dia sekuler. Apakah kau bisa menjamin dia lelaki yang baik? Kau mengukur kebaikannya dari semua materi yang dia berikan kepadamu? Kekayaan yang melimpah dan ketenaran?”
Kalya menghela napas panjang. Ini benar-benar sudah keterlaluan. Bahkan jika dikalkulasikan, sepertinya rasa bencinya kepada Baba bertambah semakin tajam dan bahkan kebencian itu berada di atas level kebenciannya kepada Jeff.
“Aku tidak akan membelamu. Ini adalah kesalahanmu. Jadi, pulanglah dan urus sendiri semua kekacauanmu. Dulu kau tidak mau mendengarkan kata-kataku. Kau juga tidak mau aku jodohkan dengan Recep Ivedik dengan alasan dia bukan tipemu dan kau tidak mencintainya. Sekarang, inilah cinta itu Kayla. Kau merasa dihinakan oleh cinta Jeff kepadamu. Bukan begitu?”