“Kamu lagi, kamu lagi! Kamu niat sekolah nggak sih?!” geram Lia menarik telinga Kevin keras membuat ruang kelas XII IPA 2 penuh dengan tawa siswa-siswinya.
Kevin mengerjapkan matanya, masih setengah sadar dengan raganya.“Akh sakit Bu! Kenapa sih Ibu jewer saya?” kata Kevin ketika dirinya benar-benar sudah sadar.
Lia mengencangkan jewerannya. “Masih tanya kenapa, huh?”
“I-iya Bu, saya ngaku salah, lepasin ya Buu, sakit ini....” Lia menatik tangannya dari telinga Kevin. “Nah kan makin cantik,” rayu Kevin sambil mengerlingkan matanya.
Sedangkan Lia berusaha untuk tidak berteriak kesal, bukankah ia harus menjaga image nya?
“Di mana seragam kamu?” tanya Lia setelah menyadari tubuh Kevin yang hanya mengenakan kaus putih oblongnya.
Kevin yang takut kena jewer untuk kedua kalinya hanya tersenyum kikuk, dengan tangan kanan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Sedangkan Nara yang melihat mereka sejak tadi––di depan kelas––hanya geleng-geleng kepala, merasa wajar pada remaja-remaja Indonesia yang selalu bermain-main dalam hal mencari ilmu, berbeda dengan negara Ayahnya. Namun nyatanya Nara lebih mencintai Indonesia dibanding dengan Inggris tentunya dengan banyak alasan yang logis. Seperti halnya pergaulan bebas, di Indonesia sangat tegas dilarang berhubungan bebas atau biasa disebut free sexs. Ya walaupun tidak jarang juga remaja Indonesia yang hamil di luar nikah, tetapi, tentu saja hal itu berbeda jauh dengan Inggris yang melakukan itu seperti sarapan sehari-hari.
Lupakan tentang itu, Nara tidak mau lagi membicarakannya.
Nara melangkahkan kakinya menuju Lia yang sedang mengeluarkan aura kemarahan dan kekesalannya. Nyatanya Lia tidak selalu bisa menjaga image nya ketika berhadapan dengan sosok murid seperti Kevin.
“Kamu anak yang tadi dihukum sama Pak Eko 'kan?” tanya Nara sembri mengingat wajah Kevin.
Seketika kevin tersenyum semringah. “Kita ketemu lagi ya Bu? Jangan-jangan kita jodoh lagi,” celetuknya sambil mengedip kedua matanya berkali-kali, tentu saja hal itu menimbulkan sorakan teman sekelasnya terutama Rio yang merasa didahului oleh Kevin.
“Gak usah modus lo Kev! Bu Nara punya gue!” kata Rio membuat Lia dan Nara menggeleng-gelengkan kepalanya secara bersamaan. Murid jaman sekarang, guru saja diembat!
‘Seenaknya dia bilang aku miliknya?!’ batin Nara mencoba sabar. Ia terkejut mendengar Rio berkata demikian. Nara yakin, Rio merupakan tipe-tipe bad boy seperti cerita fiksi remaja yang selalu diperebutkan siswi-siswi.
“Sudah cukup! Sekarang kerjakan soal yang ada di buku paket, dan kamu Kevin,” Lia menunjuk ke arah Kevin, “ganti kaus kamu dengan seragam, saya akan mengajak Bu Nara dahulu untuk berkeliling satu-persatu kelas,” lanjut Lia sambil berjalan melangkah ke arah pintu. Diikuti oleh Nara di belakangnya.
Keputusan Lia membuat para murid mendesah kecewa, terutama siswa laki-laki. Hal ini, tentu saja membuat Lia berdecak, tumben sekali muridnya mendesah kecewa pada saat jamkos berbeda sebelum ada Nara yang bersorak senang ketika ia tidak mengajar.
***
Jam menunjukan pukul 11.30. Namun, belum ada satupun guru yang mengajar di kelas XII IPA 2 ini.
Siapa yang tidak senang? Bahkan Rio saja––yang notabennya sebagai murid terpintar di kelas namun bad boy––merasa sangat senang.
“OMAIGAT! Muka gue! Ari!! Tanggung jawab gak lo?!” teriak Luna, dirinya jengkel dengan ulah Ari. Bagaimana tidak? Ari melesetkan liptint yang sedang Luna pakai!
Ari tertawa keras, yang tentunya membuat amarah Luna semakin memuncak. Sedangkan Kevin, sejak tadi tak henti-hentinya bercermin. Merapikan rambut nya yang memang sudah rapih.
“Ganteng banget muka gue asli, gue yakin Bu Nara bakal terpesona nih sama ketampanan gue,” celetuk Kevin, tangan kanannya memberi pomaid––di rambutnya––yang sengaja ia bawa dari rumah. Entah mengapa saat pertama kali bertemu Nara, Kevin merasakan aura yang berbeda, rasanya hatinya selalu tenang jika melihat gurunya yang cantik itu.
“Kevin, kembaliin gak kaca gue!” Luna merebut cermin yang sedari tadi digunakan oleh Kevin.
Kevin menahan tawa ketika melihat Luna di hadapannya dengan penampilan yang cukup ... menyeramkan?
“Lo mau jadi badut di alun-alun Lun? Cocok banget. Bahkan gue yakin aksi badut lo ini bakal laris,” kata Kevin sambil memberi kedua jempolnya.
Ari, yang berdiri tak jauh dari Luna semakin tertawa keras. Bahkan satu kelas ikut menertawakan Luna akibat tawa Ari yang melengking.
Muka Luna merah padam, bersiap-siap ingin mengeluarkan amarahnya. “Lo pengen gue bunuh?” ancamnya, menunjuk garang Ari.
“Badut bisa bunuh orang? Lo mau jadi badut di film IT Lun? Cocok banget, cocok,” timpal Kevin, yang membuat satu kelas semakin tertawa keras.
Luna berdecak, setelahnya berjalan cepat untuk mengambil sapu. “Sini gak lo?!” Luna berlari mendekati Kevin dengan sebuah gagang sapu di tangan kanannya.
Kevin meringis, tetapi setelahnya berlari sambil tertawa keras. Sedangkan para siswa yang melihat betapa marahnya Luna, semakin dibuat terbahak ketika melihat aksi nekat Kevin yang membangunkan singa betina.
“Awas aja kalo dapet, gue pites lo Kevin! Mati aja lo abis ini!”
***
Nara melangkahkan kakinya di koridor sekolah, setelah ia menyelesaikan urusannya pada––Pak Lanat––kepala sekolah SMA Graham.
Aura kecantikannya semakin bertambah ketika Nara membawa sebuah berkas yang ada di pelukan tangan kirinya, sedangkan tangannya yang lain menenteng tas yang ia sampirkan di sebelah kanannya. Penampilannya yang seperti ini membuatnya lebih cocok menjadi––siswa SMA yang baru datang untuk mengikuti pendaftaran masuk sekolah––dari pada menjadi seorang guru seni di bidang musik.
Bugh
“Awh!”