Salju-salju jatuh menyelimuti Distrik Daegu. Seperti tahu apa yang dipikirkan Dimas saat itu. Menyisir jalanan serba putih, dengan langkah tak begitu tegak seperti biasanya. Hal itu telah menjadi bayangan buram yang selalu singgah ketika selesai menutup telepon dari adiknya.
Ini bukan lagi mimpi, tapi alam nyata yang benar-benar dijumpainya. Kenyataan membuat mimpi-mimpinya terasa berliku. Tidak pernah terpikir sebelumnya dia akan terjun dalam dunia jurnalistik, justru cita-cita terbesarnya adalah menjadi peternak dan petani sukses di kampung. Memajukan kampung seperti keinginan mendiang ayahnya.
“Orang yang tidak mampu harus bisa menggunakan tenaga dan otak yang dilandasi keimanan untuk bekerja semaksimal mungkin, jika tidak, kalian akan dikalahkan oleh orang-orang kaya dengan uang mereka. Jaman kalian dewasa nanti, uang akan mengalahkan segalanya, semua bisa dibeli dengan uang, termasuk negara bahkan harga diri, moral.” Kata ayahnya sambil menalikan dua gelang berliontin perak untuk kedua putra kembarnya, Dimas dan Damar.
Meskipun mereka belum paham kalimat itu, namun mereka selalu ingat pesan sang ayah, bahwa semua hanya bisa dicapai dengan usaha dan do’a, apapun itu. Ikhtiar, tawakal.
Mereka tinggal di daerah yang dulunya sangat terkenal dengan kemiskinan dan gersang. Daerah yang belum lama ini dimasuki jaringan internet, kesulitan air dan produksi bahan pangan. Padahal tidak bisa di pungkiri seandainya air mudah didapat di daerah itu, pastilah menjadi daerah yang subur makmur.
Bukan tidak berusaha, Dimas pernah mengajukan proposal bantuan budidaya jamur tiram, sayang, birokrasinya tidak mudah. Khususnya di perbukitan kapur yang terkenal tandus, tidak subur dan tidak mudah mengembangkan usaha itu. Walaupun budidaya jamur tiram tidak berhubungan dengan kesuburan tanah, mungkin faktor iklim yang lebih mempengaruhi perkembangbiakan jamur.
Mungkin itu cita-cita sederhana namun tidaklah mudah bagi Dimas bersaudara yang terlahir dari keluarga petani miskin di perbukitan batu kapur Gunungkidul, untuk mencapai harapan orang tuanya.
Demi kelanjutan pendidikan kedua anaknya, ibu Dimas yang sudah menjadi single parents, terpaksa merantau ke Malaysia lalu Arab Saudi. Seperti kebanyakan tetangga pada umumnya di daerah Gunungkidul. Suaminya meninggal karena kecelakaan saat menjadi buruh bangunan.