Sinar matahari masih terasa hangat ketika Ayya tiba di depan Magenta Pictures. Gedung lima lantai itu bukan tempat asing baginya. Ia pernah mampir ke sini beberapa kali. Ia tahu benar ke mana harus melangkah. Namun, sudah beberapa menit berlalu, kakinya masih terpaku.
Keberadaan motor sport biru di area parkir menandakan Reza sudah datang. Atau, mungkin lelaki itu memang menginap untuk menyelesaikan pekerjaan. Kesibukannya sebagai animator dan mahasiswa jurusan disain komunikasi visual membuat lelaki itu sering menghabiskan waktu di dua tempat, studio dan kampus. Sekali dalam seminggu, Reza juga mengambil kesempatan untuk melatih karate di sebuah dojo.
Reza memang pekerja keras. Namun, hasil kerja keras itu bukan untuk dinikmati sendiri. Ketika masih tinggal di panti, ia sering meminta izin keluar pada hari Minggu. Ia akan mengayuh sepeda berkeliling komplek, menawarkan jasa mencuci mobil atau pekerjaan lainnya. Saat pulang, dibawanya sekantong makanan untuk dinikmati bersama seluruh penghuni panti. Begitu pun sekarang, Reza menggunakan sebagian penghasilannya untuk keperluan panti.
Dulu, kalau Kinasih mengizinkan, kadang Ayya ikut dengan Reza. Namun, Reza tak pernah memperbolehkannya membantu.
“Kamu duduk aja di situ, main sama boneka beruang.” Itu yang selalu Reza katakan. Dan, Ayya kecil menurut saja. Ia akan duduk sambil memeluk boneka beruang, menyaksikan Reza menyelesaikan pekerjaannya dengan riang dan semangat.
Di antara semua penghuni panti, Ayya dan Reza memang paling dekat. Bagi Reza, kehadiran Ayya seperti pengganti seseorang yang hilang dalam hidupnya.
“Kalau ada, Mutiara seusia sama kamu,” tutur Reza suatu waktu pada masa kecil mereka. “Dia juga penurut, sama kayak kamu.”
“Mutiara. Nama adik kamu bagus banget,” puji Ayya. “Terus di mana dia sekarang? Kenapa nggak kamu ajak tinggal di sini?”
Reza menggeleng. “Nggak bisa. Muti sudah diajak Allah ke surga, sama Papa dan Mama,” jawabnya pelan dengan raut wajah meredup.
Ayya dan Reza sama-sama tidak tahu di mana letak surga yang katanya indah itu. Yang jelas, ketika orang-orang yang mereka kasihi dikatakan pergi ke surga, mereka merasa sangat kehilangan. Karena itu, mereka bisa saling memahami. Perlahan keduanya saling mengisi.
Bagi Reza, Ayya adalah pengganti adiknya. Sementara itu, meski hanya terpaut usia tiga tahun, Ayya menemukan sosok pelindung dalam diri Reza. Itulah yang Ayya rasakan sejak dulu hingga sekarang, tepatnya sebelum mereka berselisih.
“Neng Ayya.”
Ayya menghentikan langkahnya menapaki anak tangga. Ia menoleh ke asal suara. Tampak lelaki berseragam office boy berjalan mendekat sambil menenteng kantong plastik.
“Mau ketemu Bang Reza, ya?” tanya lelaki itu. “Langsung ke ruangan Concept Art aja. Tadi ada di sana. Saya juga mau ke sana. Nih, nganterin nasi uduk buat Bang Reza.” Ia mengangkat kantung plastik yang ditentengnya.
“Mmm ... boleh minta tolong nggak, Bang?” tanya Ayya setelah melewati pintu kaca yang bergeser secara otomatis. “Tolong bilang aja kalau saya nunggu di sini. Tadi saya telepon tapi hapenya nggak aktif.”
“Neng Ayya nggak naik aja?”