MUSKIL

Seto Yuma
Chapter #10

Tunggu Bahagia

Sekali lagi gelasku terisi

Seteguk lagi aku lupa dimensi

Terpesona cantikmu di sudut sana.

Tenang menarik hasratku menuju kamu.

Walaupun aku masih lupa namamu 

Kuangkat gelas untuk kita berdua.

Senyummu setipis penglihatanku malam itu.

Masih maukah kamu memelukku esok hari?

Saat nampak jelas semua dimensi.

Dan aku terlihat dan terasa seperti aku.


Apa lagi ini?

Gelasku setengah kosong setengah isi.

Ragu harus kuteguk lagi atau kubiarkan hingga pagi.

Sadarku setengah sepi.

Ceritaku terlalu bervariasi.

Tidak bertemu akhir sampai detik ini.

Dalam jenuh menguatkan syukurku penuh.

Meyakini, bahagia adalah akhirku.

Masih kamu yang kucari.

Masih kamu, yang mungkin belum pernah sekalipun bertemu.


 -----

Semenjak melihat photo kecil Chata, seringkali muncul bayangan-bayangan di pikiran Randu. Bayangan-bayangan dengan suasana seperti masa lalu. Randu juga tidak memahami isi gambarannya. Bayangan-bayangan itu terbawa ke dalam mimpi.

Kulihat lagi kamu disudut sana. Diam tanpa bisa kuraba. Samar tidak mampu tersentuh. Sedikit kupalingkan tatapan. Berharap kamu menghilang. Tapi wangimu tidak pergi. Kuat menusuk rindu terbawa mimpi.

"Ingatlah aku...."

Randu tiba-tiba terbangun setelah memimpikan sesosok gadis kecil yang tersenyum sangat cantik padanya. Tapi sosok itu bukan Chata, wajahnya berbeda dengan photo gadis kecil dirumah Chata saat itu.

Randu kemudian bangkit dari tempat tidurnya, mengambil sebuah gelas dan tehnya. Lalu ia duduk di bangku depan cermin.

"Aku selalu menunggu pendapatmu soal cinta. Bolehkah aku bicata dengan mereka yang dulu kucinta? Bahwa kamu selalu menahanku. Kamu bilang "untuk apa bersia-sia?" Membuat aku malu untuk bicara. Sampai akhirnya hanya beberapa yang mampu berbagi dengan kita. Mereka menerima karena pilihanmu, atau situasi yang memaksa."

"Aku ingat dua tersisa. Sampai detik ini belum kutahu bagaimana perasaan mereka. Bolehkah aku sebut nama?"

Randu menggelengkan kepalanya.

"Jangan. Biar kita pendam lagi saja," ucap Randu singkat.

"Ya, aku ingat kalimatmu 'sukamu akan layu, tapi rindumu tegar selalu'."

Randu pun melanjutkan kalimatnya,

"Lebih baik memendam rasa hingga terbujur kaku, tapi mampu menikmati banyak rindu."

"Lagi-lagi kamu benar, untuk apa bersia-sia. Sabar dulu. Akan tiba saatnya. Jika ternyata kita bukan untuk dia, nikmati saja."

"Kamu sedang ditunggu oleh bahagia," lanjut Randu.

 

-----

Riana duduk di sudut tempat tidurnya, berdiam tertunduk. Hening sekali hingga terdengar detak jarum jam di ruangan. Beberapa saat kemudian Riana berdiri perlahan, lalu melangkah menuju balkon kamar. Dia buka tirai dan pintu kaca besar yang memisahkan kamarnya dari udara luar. Dibiarkannya hembusan hangat sore menyapa masuk.

Riana keluar dari kamarnya dan berdiri di balkon, memperhatikan daun-daun diantara desir angin sore itu. Ditariknya napas panjang, lalu kembali menunduk perlahan. Riana berbalik melangkah lagi ke dalam kamar. Langkahnya pelan, lebih lambat dari detak jarum jam yang terdengar. Raut mukanya nampak gelisah, seperti memikirkan sebuah hal besar. Mungkin tentang pekerjaan.

Ternyata tidak, bukan itu, Riana hanya sedang rindu. Rindu pada sosok lelaki yang mengagumkan. Sosok yang terus muncul di pikirannya sejak pertama kali bertemu. Padahal saat itu, Si lelaki hanya berdiri sebentar di hadapannya, menyebut singkat nama Riana, lalu pergi begitu saja. Tapi pesona itu terus menghantui, magisnya masih tetap disini dan wangi yang tidak pernah pergi. Rindu memang tidak selalu menyenangkan.

-----

Beberapa bulan berlalu, Randu menjadi sangat akrab dengan Bhagi. Kekasih sahabatnya ini sering mengajak pergi dan berbincang. Buat Randu, ini baik untuk hubungan diantara mereka kedepan. Randu tidak perlu khawatir kehilangan perhatian dari sahabatnya, Chata.

"Nanti malam kita pergi ya," ajak Bhagi di ujung telepon.

Bhagi bilang mereka harus banyak bersenang-senang untuk membuang kejenuhan. Randu menerima saja ajakannya, karena beberapa bulan ini memang lumayan jenuh tanpa kegiatan.

"Minum gak masalah kan?"tanya Bhagi.

"Gak masalah. Biasanya aku minum sendirian di kamar," jawab Randu

"Oke nanti kujemput ya." Bhagi berjanji pada Randu untuk menjemputnya malam ini.

Malamnya, Bhagi datang menjemput Randu lalu membawanya pergi ke sebuah Pub yang cukup jauh dari tempat tinggal Randu. Padahal tempat itu lebih dekat dengan tempat tinggal Bhagi. Sepertinya Bhagi berkeinginan sangat besar untuk lebih akrab dengan sahabat kekasihnya ini.

Setibanya di tempat itu, Randu yang selalu tidak nyaman ditengah keramaian mencoba memfokuskan langkahnya mengikuti langkah Bhagi.

"Aku meeting dulu di dalam. Gak lama kok," Bhagi mengingatkan Randu pada tujuan awalnya ke tempat ini.

"Aku disini aja ya," pinta Randu pada Bhagi.

Lihat selengkapnya