"Kemana Akan?"
Pertanyaan itu sedari tadi melingkupi pikiran Rayya. Dia berulang kali menatap jam di dinding kamarnya. Biasanya Akan sudah memberinya kabar di waktu seperti ini.
Rayya semakin gelisah mengingat kabar terakhir yang disampaikan Akan tadi pagi.
"Aku lagi malas ngelakuin apapun."
Hanya itu yang Akan sampaikan. Setelahnya, sehari penuh Rayya tidak menerima kabar dari Akan. Beberapa kali Rayya mencoba menghubunginya, tapi telepon genggam Akan sepertinya tidak aktif.
Raut muka Rayya tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya. Rayya melangkah kesana kemari di dalam kamar. Lalu dia berhenti ketika berada di depan sebuah meja. Tepat di sisi dinding biru. Nampak sebuah photo dalam bingkai di atas meja itu. Ditatapnya wajah tiga anak kecil tersenyum ceria. Rayya, Akan dan Chata. Oh iya, barangkali Chata tahu dimana Akan saat ini. Kemudian Rayya mencoba menghubungi sahabatnya itu.
"Cha, kamu tau Akan dimana?" Rayya langsung bertanya setelah Chata mengangkat telepon darinya.
"Gak," jawab Rayya singkat.
"Seharian gak ada kabar, kalo dia ada hubungin kamu, tolong kabarin aku ya," pinta Rayya pada Chata.
"Ok," jawab Chata singkat.
Akan juga tidak memberi kabar apapun pada Chata.
Rayya kembali menunggu Akan. Pikiran Rayya semakin berkecamuk. Entah sudah berapa kali ia melangkah kesana kemari di depan dinding biru itu.
Semakin gelisah, Rayya bersiap untuk pergi mencari Akan. Mungkin Akan hanya sedang berada di kamarnya, menyendiri seperti biasa.
Rayya hanya perlu tahu keberadaan Akan, karena jika benar dia berada di kamarnya, tidak ada yang bisa Rayya lakukan. Terkadang Akan perlu waktu untuk menyendiri. Kekhawatiran Rayya adalah jika Akan pergi dari rumah. Apapun bisa terjadi diluar sana.
Biasanya jika butuh waktu menyendiri diluar rumah, Akan akan pergi ke rumah Rayya. Duduk tepat di sudut dinding biru. Berdiam dalam beberapa jam, bahkan sehari penuh. Menghayati pikiran yang terlalu penuh.
Rayya hanya perlu menatapnya, mengusap-usap kepalanya. Mengeringkan pipi Akan yang terlalu basah. Memeluknya erat. Menyiapkan makanan dan minuman. Menunggu hingga senyum tersungging kembali di bibir Akan.
Tapi tidak kali ini. Akan tidak datang. Akan tidak memeluk erat Rayya.
"Kemana Akan?"
Rayya bergegas untuk mencari Akan. Segera ia keluar dan mengunci kamarnya. Rayya bergerak sangat terburu-buru. Pikirannya penuh kekhawatiran pada kondisi Akan saat ini.
Orangtua Rayya kebingungan melihat anaknya terburu-buru keluar dari kamar. Mereka menangkap kegelisahan Rayya.
"Mau kemana sayang?" tanya Ayah Rayya.
"Bu, Pak, Rayya mau ke rumah Akan dulu ya," Rayya memohon izin pada orangtuanya.
Ayah dan Ibu Rayya saling berpandangan sejenak.
Rayya menghampiri mereka, dan langsung memeluk ibunya dengan erat, sangat erat. Rayya pun melakukan hal yang sama pada ayahnya. Rayya memeluknya erat, sangat erat.