Riana menapaki pelan lantai kantor pagi ini. Suasana sekeliling terasa berbeda sejak kemarin. Tubuh-tubuh lunglai berpindah kesana kemari. Satu hal terasa, kehilangan yang tak ingin.
Aura optimisme telah hilang. Menyisakan raga-raga menjalankan rutinitas tanpa jiwa. Tersendat dalam pikiran-pikiran melayang. Bergerak hampa layaknya mesin-mesin di pabrik tua.
Suasana kantor benar-benar hening. Jauh berbeda dibanding kemarin. Bahkan sejak pagi tidak ada seorangpun yang mengajak Riana bicara.
Riana hanya bisa diam tanpa tahu apa yang harus dilakukan.
"Riana." Suara Ade terdengar memanggil Riana dari depan ruang MCR.
"Iya, Mas," Riana bergegas menghampiri Ade.
Akhirnya ada seseorang yang membutuhkan Riana.
Raut wajah Ade nampak sangat serius kali ini.
"Kamu... baca berita ya hari ini!" perintah Ade pada Riana.
"Hah, gimana Mas?" Riana terkejut mendengar perintah itu.
Bagaimana mungkin tiba-tiba membaca berita, seumur hidup tidak pernah sekalipun dilakukannya. Bahkan kemarin Randu tidak mengajarkan apapun padanya.
"Nanti sambil dibimbing. Yang penting kamu berani dan yakin. Ok?" ucap Ade meyakinkan Riana.
"Berarti hari ini saya gak ikut Mas Kharna buat liputan?" tanya Riana.
"Ikut aja kalo kamu bisa membelah diri!" ucap Ade santai.
"Siap. Tidak Mas. Saya standby di kantor aja," Riana menyanggupi perintah Ade.
"Berita live jam 12," ucap Ade memberitahukan waktu siaran.
Riana melirik jam tangannya. Waktu saat ini menunjukkan pukul 10 pagi. Riana mulai menghitung berapa lama waktu yang tersisa sampai pukul 12. Hanya 2 jam, tidak mungkin.
"Ngapain masih berdiri disini?" tegur Ade pada Riana.
"Ada perintah lagi Mas?" tanya Riana polos.
"Ratain semen di lantai 4, pasang keramik di teras, dongkrak rumah di kampung belakang! Ya siap siap siaran lah! Sana!" ujar Ade sembari masuk kembali ke ruangannya.
Ah iya benar, sekarang. Riana harus bersiap-siap sekarang juga. Riana masih belum tahu apa yang harus dilakukan. Mmm Kartika. Ya Riana harus menemui Kartika. Tanya semuanya ke Kartika.
Riana bergegas mencari Kartika ke seluruh kantor. Ia menyisir ruangan demi ruangan, lantai demi lantai. Ah itu dia. Nampak Kartika sedang bengong di coffeeshop Podspo.
"Mbak Tika, gimana nih?" tanya Riana tanpa aba-aba.
"Apa yang gimana? Tarik napas dulu!" ujar Kartika.
"Aku tadi disuruh Mas Ade siaran buat hari ini." Riana menjelaskan.
"Maksudnya?" tanya Kartika masih belum mengerti.
"Jadi news reader!" jelas Riana.
"Astaga. Live?" Kartika mulai ikut panik.
"Iyaaaa!" teriak Riana semakin panik.
Kartika langsung melihat jam tangannya.
"Waduh. Ayok siap-siap sekarang!" ujar Kartika segera menarik tangan Riana.
Kartika membawa Riana ke ruang make up. Memerintahkan tim untuk merias Riana. Dia sendiri pergi ke ruang pakaian untuk memeriksa beberapa pakaian wanita yang tersedia disana.
Menit demi menit berjalan. Jantung Riana berdegup kencang.
Seorang staff diutus Ade untuk membawakan teks berita hari ini pada Riana.
Riana mencoba membaca draft itu berulang-ulang. Kartika membantu mengkoreksi jika terjadi kesalahan. Semua staff di ruangan itu membantu Riana semaksimal mungkin.
Selesai make up, Kartika meminta Riana mencoba beberapa pakaian yang ia siapkan.
Ok, secara visual Riana sudah siap, sangat siap. Semua yang melihat Riana terpana pada penampilannya. Cantik sekali.
-----
"Dejavu?" tanya Jimmy, singkat dan pelan.
"Semoga sebaik dulu," Ade menanggapi pertanyaan Jimmy.
"Keajaiban gak datang 2 kali." Jimmy seolah pesimis.
"We'll see," jawab Ade.
"Are you sure?" Jimmy menanyakan kesiapan Ade.
"Of course!" jawab Ade sangat yakin.
Jimmy nampak berpikir sejenak.
"Guys, kalian boleh istirahat!" Ade memberi perintah kepada seluruh staff yang sedang bekerja di ruangan itu.
Seluruh staff terkejut mendengar perintah Ade. Bagaimana mungkin mereka diminta untuk beristirahat, sementara sebentar lagi waktu on air.
"Kalian boleh istirahat, silahkan!" Jimmy mengulang perintah Ade.
Seluruh staff saling melihat satu sama lain, kemudian berdiri perlahan meninggalkan komputer mereka masing-masing.
Jimmy dan Ade menyingkirkan kursi-kursi dari depan meja komputer. Kemudian mereka berdiri masing-masing menghadap dua komputer.
Mereka akan melakukannya lagi. Berdua mengontrol siaran dari ruangan ini.
Ade memasang airpod ke telinganya, airpod yang sama juga digunakan Jimmy saat ini.
Lalu Ade bicara pada seseorang.
"Sir. We'll do it. 'Dejavu'," Ade seperti memohon izin pada seseorang.
Seorang pria yang sedang duduk di tempat lain dalam sebuah ruangan besar juga menggunakan airpod yang sama.
"To whom?" tanya Daud, pria di ruangan itu.
"Alinea Riana," jawab Ade.
Jimmy dan Ade saling berpandangan menunggu jawaban Daud.