Hujan tidak jadi bertambah besar. Namun itu tidak mencegah ketegangan memenuhi atmosfer di kapal feri yang ditumpangi Kayka dan sekitar dua ratus orang tua. Karena buritan tidak cukup menampung semua orang, maka Kayka, ibunya, dan puluhan orang tua lain terpaksa harus mengarungi lautan di atas geladak. Cemas dan belum merasa aman, kebanyakan dari mereka hanya diam, mengawasi kegelapan, berselimutkan kedinginan.
“Bagaimana keadaan dunia luar?” Tanya Stari ke Kayka, mencoba mengalihkan diri dari kedinginan.
“Kenapa bu?” Kayka yang lebih banyak mendengar suara ombak daripada suara ibunya bertanya balik.
“Keadaan di luar sana bagaimana? Setelah 5 tahun apa yang berubah?”
“Oh, ya begitu…”
Kayka harus menunda jawabannya ketika seseorang lewat mencari kamar kecil. Ia harus pergi ke toilet di ruang besar di dek utama tempat kebanyakan orang tua berada. Selain itu ada juga yang mengisi dek kapten, ruang dapur, sampai ke geladak.
Setelah orang itu lewat, Kayka meneruskan. “Persis seperti kata ibu sebelum ke Musor. Terbukti para politikus muda tidak memiliki apa-apa selain ambisi. Setelah orang tua dilucuti dari jabatan dan kepemilikan properti, lalu ibu dan rekan peneliti lain dibuang ke pulau-pulau seperti Musor, keadaan lingkungan malah jauh lebih parah. Ketidaksudian mereka memakai semua solusi berdasarkan riset yang ibu pernah tawarkan membuat seakan-akan semua yang mereka lakukan hanya berdasarkan ilham dari langit. Lebih parah lagi, mereka tetap menganjurkan bahan bakar fosil dan pemakaian listrik yang tidak berkesadaran. Alasan mereka, kaum muda tidak pantas membatasi diri dari teknologi hanya karena kesalahan kaum tua. Akibatnya suhu semakin naik, lalu efek samping dari karbon hitam seperti kanker dan infeksi pernafasan mewabah. Obat dan pangan langka karena kekeringan. Rendahnya intensitas matahari tidak membantu. Semakin sedikit tumbuhan yang bisa tumbuh dengan baik. Banyaknya pengungsi menimbulkan masalah lain seperti..”
“Baik, cukup Kayka. Cukup.” Stari memegang keningnya yang tiba-tiba terasa pening. Maksudnya bertanya untuk mengusir dingin malah menambah masalah baru.
“Maaf bu.” Kayka menyesal telah menjawab kelewat berapi-api.
“Memang ibu tadi yang bertanya, Kayka.”
Mereka lalu diam sejenak. Sebelum Kayka bertanya hal yang sudah ia ingin tanyakan sejak tiba di Musor tadi.
“Lalu bagaimana dengan Musor? Aku lihat.. Sangat berbeda dengan yang dipropagandakan. Bahkan sepertinya lebih baik dari keadaan di luar sana.”
Stari menatap Kayka sebentar, lalu melihat ke arah laut.
“Musor tidak menjadi seperti itu begitu saja. Banyak sekali kematian di tahun pertama. Tidak ada apa-apa di sana kecuali sampah. Untung penjaga yang baik seperti Gado banyak membantu memberikan kebutuhan pokok untuk bertahan hidup. Dan entahlah, mungkin karena kami semua sudah di atas 40 tahun atau memang kepentingan bersama yang mendesak, tidak sulit bagi kami untuk saling mengenyampingkan ego lalu bekerja sama. Jadi Dari sana kami mulai berusaha menciptakan sistem. Hidup efisien dan memanfaatkan apapun yang ada. Dan karena yang ada di musor hanya sampah, itulah yang kami pakai.”
Kayka kembali menyesal. Sepertinya ia telah memaksa ibunya mengingat pengalaman yang sangat pahit.
“Lalu tumbuhan yang aku lihat banyak di sana? Yang berdaun lebar?”
Kali ini Stari menjawab dengan agak antusias. “Nah, itu yang harus kita teliti. Awalnya hampir semua tumbuhan tidak bisa tumbuh. Dan kalaupun ada tumbuhnya tidak bagus. Kecuali di satu tempat, ada tumbuhan berdaun lebar itu. Kami mulai mencoba menumbuhkan tumbuhan itu di tempat lain. Ternyata mudah sekali tumbuh. Dan ternyata karena mereka cukup bernutrisi dan rasanya enak, kami mulai menggunakannya untuk bahan pangan.”
Kayka meneruskan pertanyaannya melihat wajah antusias Stari. “Lalu, suhu yang nyaman dan intensitas karbon hitam di atas Musor? Apa tumbuhan itu juga yang mulai menggerus efek karbon hitam di atas musor?”
“Itu yang harus kita teliti lagi. Kami semua membuat jurnal, semua yang kami lakukan kami tulis.” ujar Stari sambil mengeluarkan sebuah buku tulis dari balik selimutnya.
Kayka memegang buku itu dan membalik-balik halamannya. “Baik. Kita akan teliti itu semua bersama. Untuk beberapa tahun pertama mungkin ibu dan kawan-kawan harus menyamar menjadi pekerja rumahan biasa di tempat-tempat yang tidak terlalu ketat pengawasannya seperti daerah..”
“Semua aman di sana?” Tiba-tiba suara Gio dari alat komunikasi memotong pembicaraan.
“Ya, aku sedang berdiskusi tentang langkah selanjutnya bersama Ibu” jawab Kayka.
“Oh. Halo, Tante” suara Gio terdengar sangat sopan dan halus.
“Halo, mmmmm….” Stari lalu bertanya ke Kayka sambil berbisik “(siapa ini?)”
“(Gio)” Jawab Kayka, sambil berbisik juga.
“Halo Gio” Jawab Stari dengan suara normal.
“Kayka, karena sekarang sudah ada ibumu, berarti aku sudah bisa ya”
“Bisa apa?” Tanya Kayka. Ia mulai merasa Gio bertingkah sangat aneh.
“Meminta restu. Aku sudah sampai bertaruh nyawa ini lho.”
Kayka memerah. Stari tersenyum lebar sekali