Sudah beberapa hari semenjak kejadian itu, Mustakaweni terlihat tergeletak di ruangan gelap berjeruji. Sepertinya ia masih tak sadarkan diri. Ya, disini adalah penjara Madukara, Mustakaweni ditangkap sebagai tahanan. Terlihat sangat jelas bahwa di penjara itu sangat kosong. Diantara keluarga kerajaan Imaimantaka lainnya, sepertinya hanya ia yang diampuni.
Mustakaweni perlahan membuka mata, ia terbangun sambil memegang kepalanya yang sakit.
"Argh ... Dimana ini?"
Ia mulai sadar dan melihat ke sekitarnya,
"Ini ... Mungkinkah ini di Madukara."
"Keparat ... Bajingan itu menangkapku."
"Aku harus segera keluar dari sini, tapi ... bagaimana caranya?"
Ia merenung, memutar isi kepalanya mencari cara untuk bisa kabur dari penjara itu. Tak lama kemudian, suara langkah kaki bergema di lorong itu. Itu adalah suara langkah kaki penjaga. Sepertinya setiap beberapa waktu penjaga berpatroli untuk mengecek keadaan penjara.
Penjaganya itu terlihat sangat disiplin. Ia tak menghiraukan Mustakaweni. Ia hanya memperhatikan keadaan sekitar saja dan memastikan bahwa penjara itu aman. Kemudian ia berlalu begitu saja. Tak heran juga bahwa penjara Madukara dikenal akan penjagaannya yang sangat ketat. Belum pernah ada tahanan yang mampu melarikan diri dari sini.
Sedari tadi Mustakaweni hanya melihat penjaga dengan seksama. Sepertinya ia sedang merencanakan sesuatu. Terbesit sesuatu di benaknya, lantas ia tersenyum.
“Heh ini kesempatanku, tak kusangka aku akan memakai kemampuan ini untuk melarikan diri.”
Ia memejamkan mata. Tak lama kemudian tiba-tiba tubuh Mustakaweni mulai berasap. Sepertinya ia sedang merapalkan mantra. Seiring asap dari tubuhnya yang semakin tebal, tubuh mustakaweni berubah menjadi sesosok laki-laki kekar dengan seragam Madukara. Ya, itu adalah rupa dari penjaga yang lewat tadi.
“Dan sekarang hanya tinggal menunggu.”
Beberapa jam telah berlalu, terdengar suara tapak kaki penjaga. Kini ada penjaga yang lain berpatroli.
“TOLONG!! TOLONG!! Adakah penjaga disini? Hei penjaga! Tolong!”