Mutiara Dua Semesta

wildasukma
Chapter #3

Hutang Keluarga

 Terkadang manusia selalu rapuh. Setiap kata motivasi hanya sebagai landasan untuk menutupi dan memperkuat jiwa meskipun bersifat sementara. Ketika ujian datang, mereka akan selalu menyalahkan Tuhan dan berkutat dengan pertanyaan bagaimana bisa ini terjadi kepadaku. Lingga baru menyadari bahwa hidup ini terasa pahit ketika ia mengetahui biaya besar yang dikeluarkan oleh kedua orang tuanya dengan cara meminjam pada keluarga Tari. Dengan gerak cepat, gadis itu menarik lengan Ibunya yang tengah membuat sedikit keributan di salah satu warung kelontong seorang warga.

  “Ayo bu kita pulang,” kata Tari merasa malu melihat sikap Ibunya.

 “Apaan si kamu, emang bener kok keluarga Atmodjo banyak utang sama kita. Tuhan itu adil bu, semakin lama membayar utang semakin lama juga Lingga untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan hidup banyak utang engga akan tenang,” kata Ibu Dierja mendelik kepada seorang wanita yang sedikit terkejut dengan perkataannya.

Lingga mencengkram tangannya menahan penghinaan ini. Sudah banyak cercaan yang ia dengar dan diperuntukkan untuk keluarganya. Ingin rasanya ia menonjok mulut Ibu sang gadis yang yang ia sukai, namun apa daya ketika semua yang diungkapkan beliau memang benar.

 “InsyaAllah saya akan bayar secepatnya,” kata sang bidadari bumi itu tersenyum dengan santun menanggapi setiap cercaan. Tari yang melihat Lingga tidak berani menatap mata pemuda itu. Dia meneruskan jalannya sambil menarik sang Ibu agar cepat pulang ke rumah.

Sementara Lingga menghampiri Ibunya yang masih tersenyum meskipun ia tahu batin sangat terluka. Menatap senyum di wajahnya dia tidak berani bertanya. Hanya menuntun dan membawa belanjaan Ibunya yang tidak seberapa.

“Semesta nda usah diambil hati ya nak, kalau kamu sempat mendengar perkataan Ibunya Tari tadi. Sebenarnya setiap bulan kami cicil untuk membayar utang kami.”

“Saya yang menyusahkan Ibu,“ ucap Lingga dengan perasaan bersalah.

“Nda nak, kamu sekolah dan berpendidikan tinggi adalah tanggung jawab Bapak sama Ibu.”

Bidadari Bumi itu memandang langit senja secara optimis, berharap Sang Illahi akan mengabulkan doanya secara cepat atau lambat seperti layaknya sepedah yang menuntun ke suatu arah yang dituju.       

 

***

“Ibu kenapa si kerjaanya bikin malu terus,” ungkap Tari merasa kesal dengan sikap Ibunya.

“Bukan Ibu, keluarga Atmodjo itu nda tau malu mengutang terus sama kita Tari."

Lihat selengkapnya