Alkisah, terdapat sebuah desa bernama desa Norou yang dilanda kemiskinan cukup parah.
Para penduduk yang sebagian besar menjadi petani kehilangan mata pencahariannya karena sawah-sawah mereka habis oleh serangan hama, juga sungai-sungai sumber air banyak yang kering, dalam sekejap seperti terkena kutuk.
Anak-anak mereka menderita kelaparan, para lansia meninggal dunia, ratap tangis kesedihan terdengar setiap hari. Apakah ini karena murka sang Dewa? Pikir mereka.
Mereka mencari makan seadanya, bekerja sebisanya, banyak penduduk biasanya pergi ke kota untuk menjadi kuli panggul atau pengemis dijalanan.
Tak henti-henti mereka berdoa dan meratap, memohon pada langit agar desa mereka kembali seperti semula. Dan pada suatu hari, seorang kakek berdoa dengan sangat payah serta putus asa, sang kakek pun berharap hal yang sama untuk desanya, di usia hidupnya yang tak lama lagi dia memohon agar setelah dia meninggal dia di ijinkan bertemu dengan Dewa Langit untuk meminta pertolongan demi kelangsungan hidup keluarganya di Bumi. Dan permohonan kakek tua pun di dengar oleh sang Dewi Alam.
Melihat semua yang terjadi dan mendengar ratapan para penduduk sang Dewi merasa iba, lalu memohon ijin kepada sang Dewa Langit untuk turun ke bumi.
Ketika sang Dewi Alam turun ke Bumi, tepat di samping sungai yang sudah lama kering, sang Dewi bertemu dengan seorang pemuda yang baru pulang dari kota bernama Jaya Kelana.
Lalu dipanggilah pemuda itu oleh sang Dewi untuk di beri pesan.
Dewi Alam : " Hai pemuda kemarilah! "
Jaya Kelana pun mendekat
Jaya Kelana : " Apakah Anda memanggil saya? "
Dewi Alam : " Jaya Kelana, itukah nama mu? "
Jaya Kelana : " Bagaimana kau tahu namaku? "
Dewi Alam : "Aku adalah seorang Dewi, aku ingin memberi pesan padamu dan pada seluruh penduduk desa ini "
Jaya Kelana : " Sembah pada sang Dewi Agung "
Jaya Kelana pun terkejut dan sujud menyembah sang Dewi.
Dewi Alam : " Bukankah kau pulang dari kota selepas bekerja? "
Jaya Kelana : " Ya Dewi, mohon ampun. Di desa kami telah terjadi kemiskinan dan kelaparan sehingga para pemuda seperti kamipun pergi ke kota untuk mencari nafkah "
Dewi Alam : " Aku tahu hal itu. Atas seijin sang Dewa, aku turun ke bumi dan lihatlah..
Sang Dewi mengulurkan tangan di atas tanah sungai kering lalu mengalirlah air jernih dengan deras.
Jaya Kelana pun terpana melihatnya dan hampir tak percaya, beberapa saat air itu menjadi lebih tenang dan sungai kembali penuh air.
Dewi Alam : " Sungai ini menjadi saksi pertemuan antara aku dengan engkau. Aku menamai sungai ini Nobuo dan disinilah akan aku tempatkan kerang-kerang penghasil mutiara yang akan menjadi mata pencaharian penduduk desa ini. Para penduduk tidak akan lagi menderita kelaparan dan akan pergi ke kota untuk menjual mutiara-mutiara, bukan lagi untuk bekerja disana ataupun mengemis. "
Mendengar perkataan itu, Jaya Kelana yang baru pertama kalinya bertemu dengan sang Dewi pun menangis tersedu-sedu seperti sebuah beban besar yang selama ini membebaninya telah terangkat dari bahunya.
Jaya Kelana : " Sembah kepada sang Dewi Agung, sesungguhnya kami menghamba pada sang Dewi. Terimakasih telah mengabulkan permohonan kami, terimalah sembah kami sungguh tak terbalaskan kemurahan hati sang Dewi Agung "
Dewi Alam : " Tetapi aku berpesan kepadamu dan harus pula kau sampaikan kepada seluruh penduduk desa ini. Setiap mutiara-mutiara yang di hasilkan dari kerang-kerang sungai ini boleh di panen hanya yang berwarna putih.
Mutiara-mutiara putih berasal dari kemurahan hatiku, namun jika ketika memanen terdapat mutiara berwarna lain, kalian harus segera mengembalikannya kedalam air sungai ini karena mutiara berwana berbeda adalah simbol dari kekuatan para Dewi Penjaga yang ku utus untuk menjaga sungai dan desa ini. Apabila ada yang melanggar perintah ini seluruh desa akan dihukum. Ketika itu terjadi, pintu perjanjian ini tertutup oleh noda pelanggaran manusia lalu menjadi penghalang kemurahan hati para Dewa Dewi Agung, sehingga para penduduk desa ini akan jauh dari sentuhan tangan Dewa dan Dewi Agung."
Jaya Kelana : " Sembah kepada sang Dewi Agung, kiranya jauhlah dari pada kami perbuatan yang di larangkan. Hamba akan menyampaikan ke seluruh penduduk desa akan hal ini. Terimakasih Dewi Agung "
Lalu sekali lagi sang Dewi Alam mengulurkan tangannya ke atas air dan timbulah kepingan-kepingan kerang mutiara di sertai sinar yang menyilaukan, ketika Jaya membuka matanya sang Dewi telah naik ke langit, lalu ia segera mengusap air matanya, melihat sebuah sungai yang tadinya mati menjadi hidup kembali dengan cara ajaib.
Jaya Kelana menyelupkan tangannya ke dalam air sungai Nobuo, betapa segarnya air itu dan sangat jernih, juga banyak kerang-kerang penghasil mutiara. Ia terpukau dan sangat takjub akan sihir sang Dewi. Karena sangking senangnya Jaya pun berlari memberi tahu penduduk desa akan hal ini. Awalnya penduduk desa tidak percaya dan menganggap Jaya sedang berkhayal, tapi setelah Jaya meyakinkan bahwa ia menyaksikan sendiri perbuatan ajaib sang Dewi bak Mukjizat itu dan membawa penduduk untuk melihat sungai tersebut, penduduk pun percaya dan sangat gembira.
Penduduk : " Bagaimana kau bisa bertemu dengan sang Dewi Agung? Bukankah itu hanya terjadi di zaman nenek moyang kita? "
Penduduk : " Memang Jaya Kelana yang terpilih oleh langit, sungguh ini anugerah yang sangat besar "
Jaya Kelana : " Ya..dan kita harus bersama-sama menjaganya "