Jakarta
9 June
Three Years Ago
•°•
Hap!
Sepotong kue masuk ke dalam mulut Kenny. Ia mengunyah sambil menilai rasa kuenya. Seketika, alisnya berkerut dalam. Ia menggigit kue itu lagi, berdecak beberapa kali lalu menggeleng-gelengkan kepala.
"Yaikss!" Kenny menjulurkan lidahnya.
Ia sebal, harus menghabiskan kue yang rasanya tidak enak, karena tak tega membuangnya. Menyambar gelas iced capuccino, ia minum banyak-banyak.
Setelah selesai minum, Kenny membanting gelasnya beserta bungkus kue ke atas meja dengan keras, sampai mejanya bergetar.
Sepasang pria dan wanita yang duduk bersama Kenny langsung menoleh ke arahnya. Mereka teman kuliah Kenny, Joe dan Liza.
"Lo kenapa, sih?" tanya Joe ketus.
Kenny tak heran Joe menatapnya dengan sengit seolah dirinya sangat menjengkelkan. Ia sudah terbiasa dengan sifat Joe yang judes dan emosian.
"Kuenya nggak enak, ya?" Kali ini Liza yang bertanya. Gadis berponi rata itu meletakkan ponsel yang ia pegang ke atas meja, bersandar di kursinya dan memusatkan seluruh perhatian pada Kenny.
"Iya. Kesel gue. Kok bisa-bisanya kafe ini jual kue ginian? Nggak enak, mahal pula! Nyesel gue belinya." Kenny berbicara sambil meremas-remas bungkus kue.
"Gue juga makan tadi. Emang kemahalan menurut gue. Tapi rasanya nggak seburuk itu kali, sampai lo gebrak meja segala," kata Joe. Mimik angker masih menghiasi wajah tampannya. Lengannya yang dipenuhi tato terarah ke cangkir berisi kopi hitam panas yang tumpah sedikit karena ulah Kenny tadi.
"Tumpah, Setan!"
Kenny mencebik. "Oke, sorry. Yaa ... mungkin cuma gue aja yang ngerasa kalau kuenya sooo bad. Soalnya kemarin gue tuh makan kue yang super enak. Kalau dibandingin sama ini, jauhhh!"
Dahi Liza berkerut penasaran. "Kue apa, sih?"
Kenny masih ingat rasa dan bentuknya. Kue buatan Mutiara. Teksturnya lembut, manisnya pas, bentuknya rapi dan krim penghiasnya pun sangat cantik. Kenny bersyukur Mutiara telah berbaik hati membuatkannya cupcakes lezat.
Langsung terbayang pula oleh Kenny manisnya pertemuan kemarin. Mungkin berlebihan jika Kenny merasa Mutiara bagaikan bidadari yang membuatnya terpesona karena gerak-geriknya yang anggun dan senyumnya yang membius.
Ya, ya. Terlalu berlebihan. Kenny juga menyadari bahwa ia sudah tidak waras karena ia membayangkan sosok Mutiara ada di sebelahnya, menggantikan Joe. Kenny jadi menyesal karena telah menatap Joe dengan pandangan penuh cinta.
Joe menyadari ada yang tak beres. Ia membelalak pada Kenny, mundur sejauh mungkin. "Ngapa lihat gue kayak gitu? Lo kerasukan?"
"He-he-he." Hanya cengiran bodoh yang Kenny berikan sebagai jawaban.
Liza menepuk jidat Kenny kuat-kuat. "Lo aneh, senyum-senyum sambil lihatin Joe. Naksir?"
"Hah?! Jijik." Kenny mendengus. "Gue tadi cuma lagi ... mikirin sesuatu."
Gara-gara Mutiara, nih. Gue jadi berhalusinasi.
"Mikirin apa sampai segitunya? Sampai lo nggak jawab pertanyaan gue juga." Liza geram.
"Rahasia," jawab Kenny sambil menaik-turunkan alisnya. "Lo nanya apa emangnya?"
"Kok mencurigakan, sih?" Liza melotot. "Gue nanya lo makan kue apa, yang lo bilang super enak tadi?"
"Ohh." Kenny cengengesan lagi. "Itu ... eerrr ...."
Ia tak mampu menjawab.
Liza mengambil ponselnya dan menunjukkan sebuah foto pada Kenny. "Kue yang di foto ini ya?"
Kenny melirik ponsel Liza. Ah, ketebak rupanya.
"Iyaaa." Bulu mata Kenny yang keemasan bergoyang-goyang saat ia berkedip malu-malu.
Itu adalah foto yang Kenny post di Instagram kemarin, setelah pulang dari The Pearl. Di foto itu, Kenny sedang berada di kamar, makan cupcakes buatan Mutiara dengan wajah super gembira. Ia mengabadikan sendiri moment itu dengan kamera depan.
"Kue dari mana itu?" Liza terlihat sangat ingin tahu.