My 2D Prince

Sinta Yudisia
Chapter #3

Next Top Model


Tiap Senin masuk sekolah, warga dan netizen sering dibuat gagal fokus oleh paras ayu Farah Ameera Queen alias FAQ. Diduga ia menghabiskan tiap akhir pekan dengan perawatan wajah kelas mahal di satu klinik kecantikan terkemuka. Atau bahkan menyempatkan ke luar negeri untuk suntik-suntik.

Rambutnya hitam dan benar-benar berkilau.

Kulitnya mulus kinclong tanpa noda sama sekali. Pure flawless. Hidungnya bagus, moga bukan nose job. Banyak yang jealous dengan kecantikannya dan mengira-ngira bahwa Faq tidak secantik itu ketika lahir. Yah, orang kaya punya modal untuk memperbaiki penampilan, kan? Kulit, hidung, rambut bolehlah hasil permak. Tapi pada akhirnya warga sekolah menyerah bahwa memang Tuhan memahat wajah Faq demikian tanpa cela. Lihat alis dan bentuk tulang wajah, terutama tulang dahi dan tulang pipi. Kelopak mata dengan cekungan bola mata yang demikian sempurna. Setidaknya, yang lebih rasional menyangka Faq punya darah Arab hingga pesona matanya benar-benar memikat.

Banyak yang iri dengan kesempurnaan Faq.

Sedikit yang tahu bahwa gadis itu insecure luar biasa.

Eh?

Orang cantik bisa insecure?

Hm, kamu baru tahu, ya! Duh, kemana aja sih ? Hehehe. Justru orang-orang yang sangat cantik di dunia ini adalah golongan yang tingkat insecure-nya paling tinggi. Mereka sering tidak percaya diri, tidak puas terhadap penampilan, sangat takut dikritik orang, minder karena orang sering meremehkan kemampuan otak mereka. Walau kaum Adam memuja dan kaum Hawa menangisi keberuntungan tak adil itu; sesungguhnya orang cantik sering merasa terpojok, lho.

Memang, sebelum memasuki Senin para perempuan cantik akan menghabiskan akhir pekan di salon-salon perawatan. Seharusnya menjadi pekan yang memanjakan bagi keluarga Faq untuk mengunjungi spa termahal di kota. Sayangnya ada sebuah insiden tak diharapkan.


 

*****

 

“Aku nggak lolos putaran berikut MENTOL - millennial next top model,” keluh Salsa, kakak Faq.

Tubuhnya teronggok di sofa Maroko warna saffron, dengan sulaman ornamen keemasan Imazighen khas suku Barbar.

“Kok bisa?” mama membulatkan mata.

“Jurinya julid,” Salsa berkata sengit. “Harusnya ajang kayak gitu benar-benar menjaring model dari kalangan umum yang masih amatir. Bukan yang udah pro! Masa’ yang ikut mereka yang udah gabung di agency, udah sering ikut catwalk. Terang aja aku kalah!”

“Oh, itu jelas-jelas mereka emang jealous sama kamu, Honey,” mama menambah minyak dalam api. “Kamu cantik. Pintar. Wajah kamu tuh eksotis. Gak kayak cewek yang lain.”

“Aku juga ngerasa orang-orang julid sama aku,” Salsa menahan tangis. “Aku gak pernah punya teman. Waktu mau ke audisi MENTOL, Ayu dan Dira bilang mau berangkat bareng. Nyatanya aku ditinggal sendiri.”

Ayu dan Dira adalah teman-teman Salsa yang juga bercita-cita menjadi model dan aktris.

“Mama ingat, kan?” Salsa mengusap hidung. “Waktu SMP aku jadi finalis salah satu brand kosmetik remaja, ada teman SMP aku yang lolos juga. Kita janjian mau ke tempat final bareng, eh, aku ditinggal. Pas SMA aku masuk putaran akhir ajang putri berbusana daerah terbaik, juga bareng teman SMAku yang lolos. Dia sengaja mencelakakan aku, menjegal kakiku supaya terkilir dan nggak bisa jalan dengan baik. Aku gagal saat itu, kan?”

“Salsa,” mama mendekati putrinya. “Menurutmu, kenapa orang-orang bisa menyatu dalam satu kelompok?”

“Karena mereka sama.”

Exactly!” mama menjentikkan jarinya yang lentik.  “Orang cenderung mendekati orang yang mirip. Yang jahat sama yang jahat. Yang jelek sama yang jelek. Pembual sama pembual, pengkhayal sama pengkhayal.”

“Maksudnya apa, Ma?” Salsa cemberut.

“Orang-orang nggak berani dekat sama kamu karena kamu cantik. Sophisticated. Charming. Mereka takut kalah kusam sama kamu. Yah, karena mereka…,” mama menggantung ucapannya.

“Jelek?” Salsa menyempurnakan kalimat itu. “Ayu dan Dira nggak jelek, Ma!”

Bibir mama menurung, tanda meremehkan.

“Ayu dan Dira?” mama mengulang. “Mereka nggak ada apa-apanya sama kamu.”

“Tapi Dira lolos ke babak selanjutnya!” Salsa mengerang.

Mama mengangkat bahu santai.

“Mungkin aja Dira punya orang dalam,” sahut mama ringan.

Mata Salsa membesar.

“Orang dalam apaan sih, Ma?” tukas Salsa.

Honey…semua artis sampai ke puncak karena mereka punya koneksi,” mata mama berkedip. “Mereka punya backing.”

“Astaga, Mama!” Salsa meremas rambutnya. “Aku tambah pusing kalau ngomong sama Mama. Ma, please. Aku tahu Ayu sama Dira. Ayu anak guru. Orangtua Dira cuma punya kios baju di pasar grosir. Mereka bukan orang-orang yang punya backing seperti yang Mama bilang. Makanya aku shocked banget mereka bisa ikut audisi bahkan Dira masuk ke babak lanjut. Mereka jelas-jelas gak punya koneksi. Mereka bukan orang kaya atau terpandang seperti yang Mama bilang!”

See?” mama mengedipkan mata indahnya. “Mereka jelas bukan orang kaya, terpandang. Not the have. Maka mereka gak match sama kamu.”

Salsa membuka mulutnya, membentuk O bundar.

Wajah cantiknya kusut masai. Ia memandang Faq yang sedari tadi diam memandangi percakapan tanpa solusi.

“Mama kadang buat aku tambah stress!” Salsa mengomel, menyambar tasnya dan naik ke lantai dua menuju kamarnya.

Mama mengalihkan pandangan ke Faq.

“Mama salah apa, ya, Farah?”

“Mama kalau ngomong suka nggak nyambung,” Faq mencoba menjelaskan.

“Lho, tadi kan Salsa lagi mengeluh tentang kegagalannya. Ya Mama bilang, kalau artis atau model, atau siapapun bisa naik ke level atas karena ada back up.”

Farah tertawa.

“Teori Mama bener sih, artis Korea yang anaknya chaebol* juga melaju suksesnya,” jelas Farah.

Lihat selengkapnya