Faine mengajakku menelusuri pekarangan dan perkebunan. Banyak sekali hewan-hewan berkeliaran di sana. Mulai dari yang kecil seperti hamster, kelinci, kucing, hingga binatang-binatang yang besar seperti domba, sapi, kuda, bahkan ada juga singa! Aku semakin kagum saja dengan James yang ternyata mampu mengurus semua binatang-binatang ini dan merawat mereka dengan baik. Padahal banyak sekali orang-orang yang justru memanfaatkan binatang-binatang untuk kepentingan mereka sendiri. Malahan tidak tanggung-tanggung, diburu dan dimusnahkan secara kejam. Akan tetapi di sini, aku dapat melihat semuanya bak kebun binatang yang peduli dengan kelestarian para binatang yang beraneka ragam. Sungguh, aku takjub.
“Gimana caranya James bisa merawat mereka semua?” tanyaku pada Faine.
“Tuan James mempunyai beberapa pekerja yang mengurusi mereka semua. Para pekerja itu ditangani semuanya oleh asisten James yang bernama Sam. Tapi terkadang James juga mengurusnya sendiri. Pekerjaan ini sudah digeluti secara turun termurun” jelas Faine.
“Jadi, ini semua warisan dari kakeknya?” tanyaku lagi dengan penuh rasa penasaran.
“Ya. Kakek Tuan James adalah seorang pemburu yang sangat lihai. Ia sengaja memelihara semua jenis binatang untuk melestarikannya. Karena banyak sekali hutan yang telah dirusak oleh tangan manusia. Sehingga kehidupan para binatang pun terancam” jelas Faine sembari melemparkan sepotong daging ke kandang singa. Sang singa pun melahapnya dengan nikmat.
Aku melihat banyak kandang-kandang dengan ukuran yang sangat besar mengitari pekarangan yang sangat luas ini. Tampak para pekerja lihai mengurus kebutuhan binatang-binatang ini. Segerombolan anjing-anjing dengan bulu-bulu yang sangat unik dengan jenis yang berbeda-beda, tak henti mengonggong seakan menyambut kedatangan kami. Faine pun menyapa satu persatu pekerja yang kebetulan lewat di hadapan kami.
“Lima menit lagi kuda-kuda akan dilepas dari kandangnya untuk diberi makan. Apa kamu mau melihatnya?” tanya Faine menawarkan.
“Hmm…tentu” jawabku singkat.
“Kita ke pekarangan belakang” sahut Faine sembari menunjukkan arah dengan menggunakan jarinya. Aku pun menoleh ke arah yang ditunjuk seraya mengikuti langkahnya menuju pekarangan belakang.
Aku dapat melihat hamparan padang rumput yang sangat luas. Luasnya kira-kira mencapai delapan hektar lebih. Terdapat sebuah gubuk sederhana di pinggirnya. Pasti itu kandang kuda-kuda, pikirku. Tampak dua orang pekerja tengah mengendarai kuda menuju ke arah kandang. Mungkin mereka hendak melepaskan kuda-kuda seraya menunggang kuda. Aku berdiri di dekat pagar kayu yang membatasi padang rumput. Kayu-kayu ini cukup besar dan paling tidak mampu menompang berat tubuhku. Aku mencoba untuk duduk di atasnya. Kakiku terasa sedikit letih karena terlalu lama berjalan mengitari perkarangan yang luas ini. Aku melihat para pekerja membukakan kandang kuda. Dan seketika kuda-kuda pun berhamburan keluar kandang dengan riangnya karena inilah saatnya mereka bebas untuk makan.
“Apakah kamu pernah menunggang kuda?” tanya Faine membuyarkan lamunanku.
“Ah aku? Aku…entahlah aku tidak tahu. Apa aku pernah menunggang kuda sebelumnya, aku tidak ingat. Tapi, sepertinya baru kali ini aku melihat kuda secara langsung” sahutku polos dan langsung disambut oleh tawa Faine yang bergetar.
“Tuan James telah menceritakan semua tentangmu kepadaku. Aku turut prihatin atas apa yang terjadi padamu. Apa ada sesuatu yang kau ingat?” tanyanya.
Aku menggelengkan kepalaku. “Tak ada” jawabku lirih.
Kami kembali terlena dengan pemandangan yang ada di hadapan kami. Tingkah kuda-kuda sangat membuatku terpukau.
“Sudah berapa lama kamu bekerja di sini Faine” tanyaku sembari terus memandangi kuda-kuda.
“Sejak aku masih kecil” jawabnya singkat.
“Maksudmu? Kamu sudah ada di sini sejak kecil?” tanyaku penuh keheranan.
“Ya. Mr. Ronald Anderson, kakek Mr. James Anderson, mengadopsi aku sewaktu aku masih kecil. Ia merawatku hingga aku dewasa. Aku tidak punya siapa-siapa sejak aku masih kecil. Itulah sebabnya aku hanya ingin mengabdi kepada Mr. Anderson. Sampai-sampai ia menunjukku menjadi orang kepercayaannya. Sampai akhirnya semuanya diberikan kepada Tuan James dan ia juga menganggap aku bagian dari keluarganya” ceritanya panjang lebar.
“Jadi, kau sudah di sini selama puluhan tahun?” tanyaku lagi seakan masih tak percaya mendengar ceritanya.