“Tinggal mana?” kata Wisni buru-buru melepas ransel seraya duduk di sampingku.
Aku dan Aruni tergelak. “Lo ini, Wis. Ayolah gak usah terlalu terburu-buru gitu, minum dulu, kek,” ujar Aruni.
“Kok tadi lama, ada apa emangnya?” selidikku seraya mengulas senyum.
“Ban motornya bocor,” timpal Wisni singkat.
“Pantesan ....” Baru saja aku hendak meneruskan, sudah dipotong oleh Wisni yang wajahnya tampak memerah. Entah karena malu atau tersipu, aku tak tahu pasti.
“Maaf, ya. Gara-gara aku lama kalian jadi ngerjain berdua. Aku bagian mana? Sini biar aku lanjut, nanti keburu sore.”
Aku mengulum senyum, memang sih jam sudah menunjukkan jelang Ashar, tetapi menurutku bukan itu alasan utama Wisni buru-buru mengalihkan pembicaraan.
Begitu pun Aruni, dia tampak menahan tawa. Temanku yang satu itu sangat mudah tergelak.
“Laporannya tinggal separuh, sih, Wis. Setelah ini kita bikin dokumen buat presentasi,” terang Aruni sembari kembali memfokuskan mata pada layar laptopnya.
“Yaudah, aku minta data-data sama kirimin kopian materi. Biar aku yang nyusun file presentasinya, Run,” pinta Wisni seraya mengambil ponsel dari tasnya. “Aku ada, kok, aplikasi Power Point di hape.”
Aruni mengangguk, lantas menggerakkan cursor untuk mengirim file. “Via bloetooth, ya!”
Wisni pun mengangguk seraya mengotak-atik fitur di ponselnya.
“Kalo data penelitiannya ini,” tambahku seraya menunjukkan buku di tangan ke arah Wisni.
“Oiya, tinggal aku foto aja, ya, An.”
“Huum, eh, mending fotonya pake hapeku aja, biar lebih gampang, kan? Jadinya kamu gak perlu bolak-balik galeri sama bikin Power Point di satu hape.”
“Siap-siap.”
Beberapa jam berlalu, kami pun hampir menyelesaikannya. Aruni meregangkan tangan, meremas jemarinya yang tampak pegal, lantas kembali memeriksa laporan yang kami buat.
“Yeay, selesai!” seru Aruni seraya menyalin file laporan ke flashdisk.
Aku segera mengembuskan napas lega seraya menghempaskan punggung ke sandaran sofa.