Jujur ... aku tidak pernah memperhatikan keberadaannya sebelumnya. Bahkan, aku juga tidak tahu kalau dia ada.
Namaku Amanda Ranindhita. Orang-orang cukup memanggilku Manda. Jangan salahkan aku yang tidak punya kehidupan sosial dan terlalu sibuk berkutat di semester akhir kuliahku. Bukannya sombong, tetapi aku berkuliah di tempat yang sangat sulit, dengan ritme perkuliahan yang mampu membuatmu gila karena kurang tidur, kurang nonton TV, bahkan sering tidak sempat makan. Apakah aku berlebihan? Tidak juga. Aku pun tidak bisa bilang kalau bukan kamu sendiri yang mengalaminya.
Meskipun demikian, ada satu fakta normal yang masih aku miliki, yakni punya pacar. Itu pun kalau kehidupan percintaanku bisa dibilang normal karena aku yang sebesar ini, di usiaku yang sudah menginjak 22, harus menjalani sebuah hubungan backstreet. Apa? Zaman gini? Sungguh .... Aku masih terlalu kecil di mata Mama untuk menjalin hubungan dengan seorang pria. Silakan tertawa, ibuku memang kolot nomor satu.
Alhasil, hubunganku yang sedari awal memang sudah bermasalah dengan pacarku Koko, kandas di tengah jalan,. Dan aku memang sudah tidak berminat lagi meneruskan hubungan yang melelahkan ini. Lelah akibat tekanan dari Mama dan juga akibat sikap Koko sendiri yang akan aku ceritakan pada kalian nanti.
Terakhir kali Mama mengetahui aku masih punya kontak dengan Koko adalah dengan memindahkanku kos ke sini, ke tempat baru yang dianggap aman oleh Mama. Tentu saja, karena bapak kosnya adalah Pak RT. Mana berani aku macam-macam, pikir Mama. Dan tempat baru ini jauh lebih dekat dengan kampusku.
Masalahnya, tidak berlaku untuk Koko; Koko adalah tipe stalker yang tidak bakal membiarkanmu kabur ke ujung dunia sekalipun! Sialnya aku, dia sudah berani bikin ulah di depan kos baruku sekarang.
"Aku masih cinta sama kamu, Manda!" Koko menarik tanganku dengan keras dan tidak mau melepasku.
Cinta? Dari segi mananya? Selama ini, dia selalu menyiksaku dengan keegoisannya dan tidak mau tahu perasaanku.
"Sakit, Ko!" protesku dengan nada ketakutan dan malu setengah mati. Aku berharap tidak ada seorang pun yang melihat kejadian ini sekarang.
"Hatiku jauh lebih sakit, tahu? Kamu lebih mendengarkan kata-kata Mamamu daripada aku!"