Aku tidak berani mengangkat wajah saat ini karena banyak pasang mata seolah sedang menghakimiku. Diam-diam, kulirik remaja berseragam putih biru di balik jaket hoodie abu-abu yang duduk di kursi pojok ruangan. Ya Tuhan, kuatkanlah hamba-Mu ini, doaku dalam hati.
Aku tidak mengerti kenapa masalahku bisa menjadi besar begini. Peristiwa kemarin berujung pada pemanggilan diriku oleh Pak RT. Tapi, kenapa seluruh orang berkumpul di ruangan ini? Rasanya seperti sedang dalam prosesi pengadilan saja. Oh, nasibku.
"Manda, Bapak harus membicarakan masalah ini terus terang sama kamu. Sejak awal, ibumu telah mengamanahkan perihal dirimu pada Bapak selaku Ketua RT di sini. Kalau punya masalah dengan cowok bernama Koko itu, jangan sungkan bercerita. Tidak perlu ada yang kamu sembunyikan lagi."
Hah? Aku terkejut. Ternyata, masalah yang sedang kuhadapi telah menjadi skandal di kediaman Pak RT. Tidak terbayangkan betapa malu rasanya diriku. Oh, Mama, kenapa diceritakan kepada semua orang? Baiklah, ini bukan sepenuhnya salah ibuku. Akulah titik pangkal dari masalah ini karena akulah yang punya hubungan dengan Koko, aku mencoba berpikir dewasa.
"Maafkan saya, Pak, saya sudah bikin ribut kemarin. Saya janji kejadian ini tidak akan terulang lagi. Saya benar-benar menyesal." Aku memohon maaf yang sebesar-besarnya pada beliau. Entah bagaimana caranya nanti, aku sungguh tidak ingin berada dalam situasi seperti ini lagi. Hell you, Koko. You made my life up in troubles!
"Baguslah kalau begitu. Kamu harus ingat. Kalau kamu tidak bisa mengatasi gangguan laki-laki itu sendiri, kamu bisa minta tolong sama Bapak. Bapak selalu jaga di gerai depan. Lalu, kenapa kemarin kamu tidak memanggil Bapak?"
Kawasan rumah Pak RT memang besar. Halamannya luas dengan deretan indekos membentuk kompleks perumahan tersendiri. Sementara, di depan pintu gerbangnya ada gerai pulsa tempat Pak RT berjualan tiap hari.
"Malu, Pak ...," jawabku dengan muka merah.
"Manda, Manda. Untung kemarin ada Senna. Kalau kamu diganggu cowok itu, bagaimana?"
Oh, jadi nama cowok SMP itu Senna. Ya ampun, aku baru sadar kalau aku lupa mengucapkan terima kasih atas bantuannya kemarin. Sedari tadi perhatiannya tidak teralihkan dari gawai di tangannya. Dasar .... Anak-anak zaman sekarang mainannya tak jauh dari benda satu ini.