“May!” Suara cempreng yang sungguh tak asing itu langsung membuat May menoleh. Senyumnya terbuka lebar ketika melihat sahabat baiknya, Rania melambai ke arahnya diantara kerumunan orang di bandara. Dengan berlari kecil May menarik kopernya yang cukup besar ke arah teman kuliahnya tersebut.
“Miss you,” ucap May sambil menghambur ke pelukan Rania. Rania membalas pelukan May dengan erat karena dia juga merasakan kerinduan yang sama.
May dan Rania bersahabat sejak mereka awal masuk perguruan tinggi. Mereka sama-sama memiliki sifat cuek sehingga mereka dengan mudah dekat dan cocok satu sama lain. Bukan hanya di kampus, mereka pun memutuskan untuk tinggal di asrama yang sama. Tapi sayangnya, ketika mereka lulus, mereka memilih jalannya masing-masing sehingga harus terpisah kota. Rania tetap berada di California dan mencari pekerjaan, sementara Rania pulang ke negara asalnya Nevada dan menikah. Ini adalah pertama kalinya mereka bertemu setelah bertahun-tahun mereka menjalani kehidupan masing-masing.
“Hey, kamu cantik sekali,” puji May melihat penampilan Rania yang jauh lebih elegan daripada terakhir mereka bertemu. Rania yang dulu terkesan cuek dengan rambut ikalnya, sekarang berambut panjang, lurus, dan hitam. Make up tipis terlihat dipoles di wajahnya yang manis. Dan penampilannya terlihat modis dengan blazer berwarna navy dipadukan dengan rok span pendek warna senada.
“Terima kasih sayang, kamu tak banyak berubah,” balas Rania melihat May dari ujung kaki hingga ujung kepala. May pun tersenyum kecut mendengarnya karena dia sendiri juga sangat malu dengan keadaannya sekarang. Bukan tidak berubah, justru May terlihat jauh lebih berantakan daripada dulu.
“Aku lelah,” kata May. Rania mengangguk mengerti.
“Ayo kita ke rumahku. Kita harus bercerita banyak, terutama tentang suamimu, Dave,” ajak Rania.
“Mantan. Aku sudah bilang kan kalau kami sudah berpisah,” ralat May mendengar Rania menyebut nama lelaki yang baru saja menghancurkan hidupnya. Rania menghela nafas. Tanpa banyak bertanya dia membantu May membawa koper dan tasnya menuju mobil.
“Aku pastikan kamu akan baik-baik saja di sini. Kamu akan menjalani kehidupan baru dengan pekerjaan baru yang bisa membuatmu melupakan semua masalahmu,” janji Rania.
May mengangguk percaya. Memang itulah tujuannya datang kemari, untuk melupakan semua hal buruk yang baru saja terjadi dalam hidupnya.
Rania mengajak May ke rumahnya, di salah satu kota indah di California, Avalon. Rania mengatakan jika dia bekerja di salah satu hotel di kota yang sama sebagai resepsionis. May sempat merasa takjub dengan rumah Rania yang tampak cukup besar dari luar, karena dia tak menyangka jika temannya sudah sesukses itu. Apalagi mengingat Rania belum menikah, tentu rumah sebesar ini terasa sangat luas dan lapang untuk ditinggali sendirian.
“Selamat datang di rumahku,” ucap Rania sambil masuk ke dalam rumahnya. May mengedarkan pandangan ke seluruh sudut dalam rumah Rania dan semakin berdecak kagum.
“Kamu tinggal sendirian?” tanya May heran. Rania mengedikkan bahunya sambil tersenyum penuh arti. Senyum yang bagi May cukup mencurigakan, tapi ia tak terlalu peduli soal itu dan duduk di sofa yang berada di ruang santai.
“Istirahatlah. Kamu bisa membuat mie instan di dapur jika lapar. Aku akan kembali ke hotel dan pulang nanti malam,” kata Rania.
“Oke,” jawab May sekilas.