My Boss is My First Love

Sandra Devi Septianty
Chapter #2

2. Pertemuan

“Jadi, kamu sudah bercerai?” tanya Rania malam itu ketika ia dan May sedang makan malam bersama. May menemukan sayur dan daging di kulkas tadi sore, dan dia berinisiatif membuat salad dan steak untuk makan malam.

“Secara resmi belum,” jawab May singkat.

“Berarti masih ada kemungkinan rujuk?” tanya Rania lagi. May menggeleng pelan.

“Tidak mungkin. Selama ibu Dave masih hidup, aku takkan kembali padanya,” tegas May. Sejak awal ibu mertuanya itu memang tidak begitu menyukainya hanya karena May adalah anak yatim piatu yang tidak kaya. Bahkan, dulu Dave harus berusaha keras untuk mendapatkan restu agar bisa menikahi May. Karena itu, bukan hal aneh jika sekarang ibu Dave berusaha memisahkan mereka seperti ini.

“Lalu apa rencanamu selanjutnya?” tanya Rania.

“Seperti yang aku bilang, aku ingin mencari pekerjaan tetap. Nanti, jika aku sudah memiliki penghasilan, aku akan mencari tempat tinggal sendiri,” jelas May. Rania mengangguk mengerti.

“Sebenarnya aku tak masalah kamu tinggal di sini. Tapi aku juga takut kamu akan merasa tak nyaman jika nanti Jack datang,” kata Rania merasa bersalah.

Nevermind,” sahut May sekilas. Tinggal sendiri memang sudah menjadi rencananya sejak awal, karena ia benar-benar ingin menjalani kehidupan baru di kota ini.

“Ngomong-ngomong, saat di telepon kamu mengatakan ada pekerjaan untukku?” lanjut May bertanya tentang pekerjaan yang pernah disebutkan Rania. Rania langsung ingat dan meletakkan garpu serta pisaunya ke meja.

“Iya. Ada pekerjaan yang cocok untukmu. Pekerjaannya tidak terlalu berat dan kamu bisa mendapatkan tempat tinggal serta makanan gratis di sana,” jelas Rania antusias.

“Pekerjaan apa itu? Kamu tahu kan aku tak punya pengalaman sama sekali,” tanya May penasaran. Sejak lulus kuliah dia memang belum pernah merasakan bekerja sama sekali karena Dave langsung melamarnya. Dan selama ini Dave juga melarangnya bekerja karena ingin May segera hamil. Meskipun ternyata pada akhirnya May tetap keguguran setelah terjatuh dari tangga di rumahnya.

“Pemilik hotel di tempatku bekerja membutuhkan pengasuh untuk anaknya. Gadis kecil berusia 5 tahun yang sangat cerdas dan cantik,” jelas Rania. May mengernyitkan alisnya.

“Maksudmu babysitter?” tanyanya.

“Bukan sekedar pengasuh. Karena selain kamu harus meladeni semua kebutuhan sang anak, kamu juga harus mendidiknya selayaknya seorang ibu. Selain itu, kamu juga harus tampil rapi karena harus ikut jika anak ini diajak keluar kota oleh ayahnya,” jelas Rania.

May masih tak mengerti, jadi dia kembali melontarkan pertanyaan, “Lalu ibunya?”

“Ibunya meninggal ketika melahirkan anak ini. Jadi, dia anak piatu sejak kecil,” jawab Rania pelan. Sontak May merasa simpati mendengarnya. Kasihan sekali anak itu karena tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.

“Sebenarnya dulu dia punya pengasuh. Sayangnya pengasuhnya ini harus berhenti karena memutuskan menikah. Dan sekarang, ayahnya berniat mencari pengasuh baru yang sudah pernah menikah agar memiliki sifat keibuan,” tambah Rania.

May tertegun. Sepertinya memang ini pekerjaan yang mudah karena tidak membutuhkan fisik kuat atau pengalaman bekerja. Apalagi, dia juga sebenarnya sangat menyukai anak kecil, namun sayangnya Tuhan belum memberi dia kepercayaan untuk memiliki bayinya sendiri.

“Bagaimana? Jika kamu mau, besok aku antar kamu ke sana,” tanya Rania, “Pikirkan saja dulu baik-baik. Tapi menurutku ini kesempatan bagus, karena selain gajinya besar, kamu juga akan tinggal di sana.”

May menarik nafas panjang. Dia memang membutuhkan waktu untuk memikirkannya lebih jauh. Tapi jika tidak sekarang, kapan lagi dia mendapatkan kesempatan seperti ini? Toh dia juga belum tentu diterima kan? Belum tentu sang pemilik hotel itu cocok dengannya.

Lihat selengkapnya