My Boss is My First Love

Sandra Devi Septianty
Chapter #6

6. Pertanyaan di Kepala May

Please ….” Alice menatap May dengan wajah memohon sehingga membuat May tersentuh. Perlahan May bertumpu pada lututnya agar tingginya sekarang sejajar dengan tinggi Alice.

Dengan berhati-hati May mencoba bertanya pada Alice, “Mengapa?”

Alice menunduk dan tak menjawab pertanyaan May. Disitu Mau mengerti jika gadis kecil ini sedang ketakutan akan sesuatu.

“Papa kamu harus tahu soal ini,” tambah May. Alice menggeleng pelan dan kembali mendongakkan wajahnya menatap May.

“Papa nanti marah,” kata Alice terbata-bata.

May menghela nafas ketika tahu jika Alice hanya takut papanya marah. Jika memang Alice tidak melakukan kesalahan, tak mungkin Jason akan marah kepada anaknya. Sepertinya ada yang salah sehingga Alice berpikir buruk tentang papanya seperti itu.

“Apa papa kamu sebelumnya pernah marah soal ini?” tanya May lagi. Alice mengangguk.

“Papa selalu marah jika aku menangis di sekolah, padahal aku yang diganggu oleh mereka. Bukan aku yang duluan!” jelas Alice dengan penuh emosi. May langsung memegangi pundak Alice untuk menenangkan.

“Iya sayang, tenanglah. Aku akan bicara dengan papamu. Aku jamin papamu takkan marah kali ini,” janji May.

May beranjak dan menatap Max yang sedari tadi berdiri di samping mereka. Wajah Max tampak aneh karena sepertinya dia takut sekaligus cemas dalam waktu bersamaan.

“Max, ada apa sebenarnya? Apa benar Alice selalu dimarahi papanya jika dia ada masalah di sekolah?” tanya May penuh selidik. Max langsung menggeleng dengan cepat.

“Entahlah May, aku tak tahu. Aku hanya seorang sopir dan aku punya anak istri. Jadi aku tak pernah mau ikut campur masalah ini,” elak Max sambil berlalu meninggalkan May menuju kursi kemudi.

“Ayo pulang saja,” ajak Max ketika sudah berada di dalam mobil.

May yakin jika ada yang disembunyikan oleh Max darinya namun dia diam saja dan menuruti ajakan Max untuk masuk ke dalam mobil bersama Alice. Sepanjang perjalanan pulang, Alice meringkuk di pelukan May tanpa bersuara, bahkan May sempat mengira jika Alice tertidur. Tapi ketika mereka sampai di rumah, Alice langsung menegakkan duduknya.

“Apa papa di rumah?” tanya Alice. May menggelengkan kepalanya.

“Aku tak tahu sayang, tapi sepertinya tidak,” jawab May, “Lebih baik sekarang kamu istirahat dulu di kamar. Aku akan menemanimu dan mengobati luka di pipimu.”

Lihat selengkapnya