"Wendy!"sorak Nando berdiri didepan pintu masuk.
"Ini teman kamu. Dia harus diberi hukuman,"sorak pria tua yang masih menarikku.
Aku sampai disebuah ruangan kecil yang penuh dengan plastik bertebaran dimana-mana. Pria tua itu langsung mendorongku masuk kedalam.
"Kamu harus masuk disini dan mengerjakan ini semua,"kata pria tua itu.
"Tapi.. Aku..,"ujarku terbata-bata terduduk didalam ruangan.
"Dia phobia ruang sempit, tolong biarkan dia mengerjakan diluar ruangan ini,"kata Nando.
"Bagus, tempat ini memang tujuannya untuk itu, biar tau salahnya dimana,"kata pria tua itu lagi.
" Pak Umar, dia bukan karyawan,"ujar seorang pria yang lebih muda mendekat.
"Dia yang sudah membuat perhitunganku berantakan, mau dia karyawan atau bukan tetap saja,"kata pria tua dipanggil Pak Umar.
"Gak apa-apa kok. Emang aku yang salah. Untuk referensi pakai box ini kan?"tanyaku.
"Iya pakai yang itu,"ujar pria yang muda.
Aku mengambil beberapa plastik didalam box, sesaat sebelum ular-ular mainan sengaja dilemparkan kedalam ruangan. Seketika aku langsung menutup mukaku dengan telapak tanganku. Aku mendengar Nando mulai memohon karena aku punya trauma dengan ular. Badanku mulai gemetaran dan aku nyaris menangis saat pintu ruangan ini ditutup. Aku hanya terus bergumam "Ini hanya mainan" pada diri sendiri.
Sesaat aku mendengar bunyi didalam ruangan seperti bunyi plastik diduduki, yang padahal aku sudah tidak bisa mendengar suara Nando diluar ruangan. Perlahan aku menurunkan tanganku, aku mendapati pria muda tadi duduk bersila didepanku. Dengan mengenakan setelan rapi aku tau dia karyawan disini, sebelum aku dimasukkan kedalam ruangan ini dia juga berbicara bersamaku dengan karyawan yang lain juga.
"Udah nggak usah nangis,"katanya singkat.
"Iya. Betul. Itu hanya mainan, aku harus selesaikan ini,"ujarku mulai mengambil plastik lagi.
"Nggak usah dikerjain lagi,"ujarnya yang membuatku berhenti untuk menatapnya.
Aku berpikir dia siapa diperusahaan ini, sampai bisa masuk kedalam ruangan ini dan menyuruhku tidak mengerjakan hukuman. Tidak mungkin dia orang penting dalam perusahaan ini, umurnya masih tidak jauh dari aku seharusnya. Bahkan aku berpikir pria tua tadi adalah yang berkuasa.
"Kenapa kamu bisa sampai masuk kesini?"tanyanya.
"Cowok yang diluar itu temanku yang ngajakin aku kesini buat ketemu sahabat kami yang kerja di gedung ini. Tapi pas dilantai ini kami terpisah, dan tiba-tiba saja kakak tadi membuka pintu dan aku masuk, dan ngobrol dengan kalian soal permainan game dulu yang sudah hilang dari peredaran,"kataku yang panjang lebar dan tanganku masih merogoh plastik di box.
"Ini beneran nggak usah dikerjain, ini sebenarnya ruangan hukuman buat karyawan yang terkadang lalai sama kerjaan,"katanya mengambil box dan meletakkan di sampingnya.
"Aku minta maaf,"kataku yang memainkan cincin di jariku karena terlalu gugup berhadapan dengan orang lain.
"Sebenarnya bukan salahmu. Pak Umar memang tidak pernah mau berbaur dengan karyawan lain, sehingga dia selalu kerja di depan pintu. Sebenarnya perhitungannya yang salah pasti bukan karena kamu yang tidak sengaja melangkahi perhitungan dia, masih banyak orang yang lalu lalang setelah kamu masuk. Dia agak emosian melihat orang yang tidak dikenal,"kata pria tersebut yang membuat bernapas lega. "Kamu takut sama ular?"
"Trauma semasa kecil. Dulu aku pernah dikerjain sama teman sekelas aku dengan ular mainan kayak tadi. Jadi sampai sekarang aku masih trauma sama ular,"jawabku.
"Kamu anak sekolah?"tanyanya lagi.
"Udah lulus kuliah, baru bulan lalu lulus,"jawabku yang membuatnya menatapku kaget. "Emang badan aku kecil, jadi banyak yang kira aku masih sekolah."
"Berarti umurmu 23,"ujarnya membuatku menganggukkan kepala. "Lulusan jurusan apa?"
"Komunikasi. Err kalau boleh tau kamu karyawan disini?"tanyaku.
"Nanti aku kasih tau siapa aku disini,"jawabnya semakin membuatku berpikir sepertinya dia bukan karyawan.
"Jadi sekarang kamu kerja?"tanyanya lagi.
"Masih mencari sekarang. Banyak perusahaan yang belum mau terima pegawai tetap. Banyak yang butuh freelance dan magang. Jadi aku sambil cari-cari di website gitu,"jawabku yang serasa diinterview untuk kerja.
"Kamu suka main game? Dilihat dari kita ngobrol tadi kamu sepertinya sering main PS ya dulu,"ujarnya membuatku menganggukkan kepala.
"Waktu dulu masih PS1 sama PS2 sih. Masih sering main dulu, cuman semakin kesini makin mahal dan canggih, jadi udah jarang main lagi. Kalau main pun di laptop kalau nggak ponsel doang,"kataku.
"Berarti kamu hobinya bisa dibilang main game ya,"katanya.
"Nggak main game juga sih, aku juga suka main basket, aku juga suka baca novel. Lebih senang imajinasi gitu sih, makanya masuk jurusan komunikasi,"kataku yang membuatnya mengangguk.
"Kalau gitu kamu suka traveling dong?"tanyanya.
"Lumayan suka, bahkan aku berencana untuk belajar bahasa ke Tiongkok. Soalnya daripada aku nganggur mending aku belajar,"jawabku yang lama-kelamaan lupa sedang berada ruangan sempit.
"Kamu suka dengan bahasa juga ya, bahasa apa aja yang kamu bisa?"tanyanya.
"Bahasa Indonesia pastinya, terus Inggris sama Mandarin sih so-so, paling sama Korea dan Jepang. Cuman semuanya nggak terlalu fasih kecuali Indo, cuman ngerti-ngerti aja gitu kalau yang lain,"jawabku.
"Banyak juga ya yang kamu bisa. Kamu mau kerja aja nggak di sini. Melihat kamu doyan main game mungkin bisa cocok disini,"katanya yang membuatku terkejut.
"Kalau gitu nanti aku kasih data pribadi ke HRD,"kataku yang membuatnya membuka pintu ruangan.
"Nggak usah, biar aku yang ngomong. Ohya Nama kamu siapa?"tanyanya sebelum keluar dari ruangan.