"Saatnya rebahan,"kataku yang sudah mau rebahan kekasur setelah membereskan kamarku yang seperti kapal pecah.
Tiba-tiba ponselku berdering lagi, dan aku agak menyesal keluar kamar tadi, sepertinya boss baru sedang mencari dan pastinya itu hal yang tidak penting, kenapa aku bisa bilang tidak penting, bayangkan saja ini sudah mau jam delapan malam dan dia masih sanggup untuk menelpon. Aku angkat dengan nada yang rendah seakan-akan capek, hanya berharap dia mengatakan tidak ada apa-apa dan langsung menutup ponsel. Akan tetapi ternyata berbeda dari harapan.
"Kayaknya kamu tuh tinggal pesan makanan dari luar, kenapa harus ajak aku keluar makan,"ocehku saat duduk ditenda nasi uduk di dekat kost.
"Kan nggak apa-apa, kan kamu lebih tau ada apa-apa disini. Makanya aku ajak keluar,"ujar Randy yang hanya kutatap datar. "Okey aku ngaku aja, aku nggak suka makan sendirian."
"Seriusan?"tanyaku dengan kaget.
"Sebenarnya kalau makan sendiri diruangan sih nggak masalah, tapi ditempat umum sendiri nggak terlalu suka,"jawabnya.
"Kamu kayak anak kecil yang harus ditemanin,"kataku yang mengambil sendok dan garpu. "Pakai?"
"Pakai. Sekalian ya,"jawabnya yang membuat aku membersihkan sendok dan garpu sepasang lagi.
"Kalau pergi keluar, setiap saat harus pakai baju rapi?"tanyaku daripada diruding rasa penasaran.
"Nggak setiap hari sih, ada beberapa hari yang nggak usah ketemu klien. Lagian baju rapi nggak harus kemeja, kan bisa pakai baju-baju cewek gitu, ngertikan yang kayak gimana. Nanti aku kasih lihat foto baju rapi yang masih boleh dipakai,"jawab Randy.
"Kayaknya aku punya dikit baju cewek gitu, kayak baju kantoran cewek gitu kan. Aku punya kemeja yang cukup kalau perginya dua mingguan,"kataku.
"Seriusan? Cewek bukan sih,"ujar Randy.
"Cewek nih, cuman waktu kuliah kan nggak berguna banget baju-baju gitu. Biasanya juga pakai kaos kalau nggak jaket,"kataku membuat Randy menggeleng.
"Terkadang aku salut sama kamu tuh ya. Kelihatan sih bukan selayaknya cewek, tapi nangis didepanku,"kata Randy yang langsung tersenyum jahil.
"Tolonglah ya, karena kalian punya ruangan aneh itu, kalau nggak juga nggak nangis,"ucapku.
"Yaudah buat yang Jumat, nanti kita samakan baju. Nggak lucu kan kamu pakai warna apa aku pakai apa, berasa bukan satu perusahaan,"kata Randy yang membuatku mengangguk saja.
Aku baru tau kalau harus menggunakan baju yang warnanya sama. Untung aku belum mulai memilih kemejaku, sia-sia kalau sudah membereskan baju-baju. Sepertinya sih kalau dilihat dari luar kerjaanku biasa-biasa saja, ikutin aja Randy kemana-mana, tapi percayalah mencatat rapat tidak seindah yang dipikirkan. Istilahnya kalau seorang wartawan melakukan transkrip hasil wawancaranya, sekarang aku menulis kembali hasil rapat, kalau perlu titik koma semua ditulis. Tapi kalau dilihat dari catatan Randy tadi sepertinya dia bukan tipe yang mau susah, intinya saja yang dicatat sama dia.
Setelah makan, Randy ngotot mau kekamar untuk melihat kemeja yang aku punya. Sepertinya aku terlalu cuek dan membiarkan dia masuk saja kedalam kamar dan melihat baju apa yang bisa kugunakan. Dia mengeluarkan beberapa kemeja dan tiga setelan rok dengan kemeja. Aku hanya bisa menatapnya dengan bingung.
"Kamu cuman butuh tujuh yang rapi, sisanya bisa pakai terserah. Ini Jumat kamu pakai, turun bandara kita langsung ketemu klien. Kita di sana sampai jumat minggu depannya lagi kan, jadi Senin, Rabu sama Kamis itu acara resmi jadi pakai formal. Senin ini, Rabu ini, Kamis ini, terus Senin depan lagi ini, Rabu ini, dan Kamis ini,"kata Randy yang menggeletakkan baju-baju ditempat tidurku.
"Kenapa ada yang acara yang nggak resmi?"tanyaku yang mengambil koper kecilku.
"Jadi yang formal itu atau acara resmi gitu, kayak ketemu sama orang-orang lain, jamuan makan kayak gitu. Sebenarnya yang nggak ada acara formal, juga ketemu sama klien, tapi kan ada klien yang bapak-bapak pengusaha yang pakai formal, kalau yang nggak formal itu klien yang aku bilang arsitek itu,"jawab Randy dengan panjang lebar dan masih merogoh lemari bajuku.
"Kamu kayak berasa dandanin orang ya, masih rogoh lemari bajuku,"kataku yang membuatnya nyengir.
"Aku punya adik perempuan, yang setipe kayak kamu,"kata Randy yang membuatku memasang wajah bingung. "Yang nggak peduli dengan pakaian, lihat saja pakaianmu sama adikku sama tipenya, kaoslah, jaketlah."
"Habis dikampus kalau pakai yang terlalu heboh nggak nyaman. Mending pakai baju-baju yang buat nyaman, apalagi baju-baju panitia,"kataku.
"Kamu belum ada pacar kan?"tanyanya yang membuatku menggeleng. "Itulah kenapa nggak punya pacar, baju aja pakai baju panitia."
"Agak nusuk sih sebenarnya perkataan itu,"kataku yang membuatnya menepuk kepalaku beberapa kali.
"Selama kerja samaku, kamu harus bisa menjadi seorang yang berbeda. Memang tidak usah makeup menor yang penting bedak biar nggak kelihatan lesu, rambut disisir rapi jangan kayak mau kepasar kayak gini, baju ya standar aja kemeja kalau nggak terusan kayak gitu nggak masalah. Selama menjadi sekre kamu harus belajar banyak, perbanyak nonton yang berhubungan dengan kantoran ya,"Setelah ngoceh panjang kali lebar kali tinggi dia langsung pergi dari kamar.
Satu sisi merasa Randy masih bisa diajak ngobrol dengan baik-baik, bukan tipe yang maunya apa harus diikutin. Setidaknya masih bisa kompromi dengan kepala dingin, kalau dia keras kepala sih mana betah kalau setiap saat harus kerja bareng dia. Bisa-bisa darah tinggi marah mulu. Tapi sisi lainnya dimana Randy bisa sesuka hatinya berperilaku, emang sih dia yang paling tinggi, tapi terkadang perilaku yang mengikuti kata hatinya membuatku hanya bisa menatapnya tak percaya.
Aku memasukkan baju-baju yang dilempar seenaknya diatas kasur kedalam koper kecilku. Karena aku sesekali berpergian keluar dengan waktu yang singkat, aku mempunyai vacuum bag untuk baju, jadi ketika dipompa maka baju-baju didalam akan lebih kempes dibandingkan tanpa di vacum, sehingga dapat membawa barang lebih banyak lagi. Aku melirik lemariku yang masih terbuka, dan berpikir apakah harus mengambil kaos dan jaket sekarang, sepertinya badanku yang pegel menolak untuk bekerja lagi.
"Mungkin saatnya tidur, paling tidak pura-pura tidur kalau ada yang memanggil lagi,"gumamku yang kembali rebahan dikasur.
Beberapa saat setelah rebahan dikasur, samar-samar terdengar suara Nina dari depan pintu. Sudah jam segini masih ngobrol dengan siapa dia, daripada penasaran lebih baik aku intip sedikit. Sebelum aku meraih ganggang pintu aku mendengar suara Randy yang membalas ucapan Nina.
"Ternyata sedang ngobrol berdua. Yasudah dibandingkan jadi nyamuk, mendingan tidur,"kataku yang kembali kekasur dan perlahan mulai tertidur.
***
Esoknya aku terbangun dengan mematikan alarm ponselku yang sudah ku cancel dua kali, dari jam 6 aku cancel sampai jam 7 sekarang. Mau tak mau aku bangun dengan malas, mengambil kemeja yang sudah aku gantung di pintu lemari. Hanya perlu lima menit lebih untuk mandi dan siap-siap segalanya. Setelah siap-siap aku mengambil kotak serealku, kotak susu, mangkuk, dan sendok untuk aku makan diluar kamar, karena resiko tinggi jika makan didalam kamar, soalnya meja kecilku masih dipinjam Nando, dan belum dikembalikan, sepertinya aku harus membeli meja lagi.
"Pagi juga,"kata Randy yang baru saja turun dari lantai atas.
Aku hanya menatapnya dan melirik jam tanganku. "Ini udah jam 7.20, masih bilang pagi juga."
"Susu coklat lebih enak dibandingkan full-cream,"Randy yang menghiraukan ucapanku tadi.
"Udah sereal coklat, susu coklat, itu perpaduan yang tidak cocok,"kataku yang melihatnya sedang makan roti tawar.
"Tetap coklat paling enak. Dan sereal paling enak hanya yang honey,"kata Randy yang membuatku melihatnya lagi.
"Perdebatan paling nggak penting ini,"kataku yang beranjak ketempat cucian.
"Penting sekali ini, menyangkut makanan,"ujar Randy.
"Kalau roti tawar, kenapa hanya makan biasa tanpa ada isinya,"kataku yang mengeringkan mangkuk dan sendok untuk disimpan didalam kamar.
"Kalau ini karena lupa beli selai, jadinya makan biasa kayak gini aja,"kata Randy yang hanya membuatku menggeleng.