My Boyfriend is A Ghost?

zozozo 🌷🌷🌷🌷🌷
Chapter #2

ch 26 The Rain in the Park

Chapter 26

Eva terpaku. Genggamannya pada cangkir kopi menguat hingga ia khawatir benda itu akan pecah. Seluruh perpustakaan seolah mendadak sunyi atau setidaknya di telinganya sementara suara dalam Phillips masih menggantung di udara.

“Apa?” Eva memaksakan dirinya untuk bertanya meski tenggorokannya mendadak terasa kering. “Apa maksudmu? Aku tidak mengambil apapun darimu.”

Langkah Phillips bergema di atas lantai kayu yang mengilap saat ia mendekat. Sosoknya yang tinggi menjulang menebarkan bayangan panjang di atas meja Eva. Kehadirannya terasa menekan di keheningan perpustakaan.

Bella, yang menangkap perubahan suasana itu, menggigit bibirnya, matanya bergerak gelisah, seolah ia tanpa sengaja terperangkap di tengah badai.

“Kau pikir bisa berbohong padaku?” Tatapan Phillips tajam, meski di baliknya berkilat sesuatu yang lebih rumit daripada sekadar amarah. Sesuatu yang Eva sendiri tak yakin ingin ia beri nama. “Begitu kau meninggalkan Manor Alastair, ada sesuatu lain yang ikut menghilang.”

Pikiran Eva berpacu. Ia meninggalkan manor itu hanya dengan tasnya, pakaian lamanya, dan kelelahan setelah berminggu-minggu memenuhi tuntutan Phillips yang mustahil. Apa maksudnya?

“Aku tidak tahu apa yang kau maksud, Phillips,” bisiknya, berusaha agar para pengunjung di sekitar tak menoleh. “Tapi aku tidak punya apa pun milikmu. Kalau kau datang ke sini hanya untuk mempermalukanku lagi, maka selamat kau sudah berhasil.”

Rahangnya mengeras. Untuk sesaat, Eva mengira ia akan membuat keributan, tapi Phillips justru mencondongkan tubuh, menurunkan suaranya hingga hanya ia yang bisa mendengar. Aroma samar parfum pria itu maskulin, bernuansa kayu, menyergap, dan detak jantung Eva seketika mempercepat degupannya seakan mengkhianatinya.

“Ini bukan soal uang,” katanya pelan. “Bukan juga tentang buku, atau manor itu. Kau membawa sesuatu milikku, Eva. Sesuatu yang bahkan tak kau sadari.”

Eva berkedip, jantungnya berdentum di dada. “Kau gila.”

Sudut bibir Phillips terangkat membentuk senyum tanpa tawa. “Begitukah? Atau kau hanya terlalu keras kepala untuk mengakui apa yang ada di antara kita?”

Pipi Eva memanas. Ia ingin segera membantah, mengatakan bahwa semua itu hanya khayalan Phillips. Namun kenangan akan tatapan matanya, perdebatan yang entah bagaimana berubah menjadi percakapan larut malam, dan nyeri halus di dadanya saat pria itu kini berdiri di hadapannya. Semuanya justru bertolak belakang dengan keinginannya.

Suara Bella memecah keheningan yang muncul di antara Eva dan Phillips. Nada suaranya menggoda, tapi terdengar ragu. Seakan tidak ingin terlalu ikut campur tapi perdebatan yang sedang terjadi di hadapannya saat ini sangat menarik.

"Ehem… suasana yang sangat canggung. Harusnya aku pergi dan membiarkan kalian berdua, para sejoli ini berdua saja?"

“Diam!” seru Eva pada Bella dengan wajah memerah karena malu.

Namun Phillips sama sekali tidak menoleh pada Bella. Tatapannya tetap tertuju pada Eva, seolah menantangnya untuk menjawab pertanyaan yang belum terucap di antara mereka.

Hening.

Tidak ada yang saling berbicara. Pandangan Eva dan Phillips seakan beradu dengan argument yang sama sekali tidak terlontar dari mulut mereka. Keduanya hanya saling melempar tatapam tajam dengan mulut yang terkunci rapat.

Eva tidak tahan lagi, otaknya ia paksa untuk bekerja lebih keras saat ini. Tapi sebelum gadis itu sempat merangkai jawaban yang tepat, seseorang menepukkan tangan.

“Wah, suasananya tegang sekali,” sela Bella dengan nada bernyanyi, seolah-olah ia tidak baru saja memutus ketegangan yang memenuhi ruang perpustakaan. “Jujur saja, Eva, kau itu sepertinya selalu menarik drama seperti madu menarik lebah.”

Eva mendesah dalam hati. Tangannya terangkat untuk memijat pelipis kirinya. “Bella, bisakah kita tidak membahas hal ini sekarang?” Kali ini Eva berkata sembari melemparkan lirikan tajam ke Bella berharap teman kerjanya itu diam dan tidak ikut campur.

Phillips sedikit memundurkan tubuhnya. Kepalanya miring memandangi Eva dengan raut wajah kebingungan. Matanya menyipit ke arah Bella lalu dengan perlahan ia mencoba mengikuti ke mana Eva baru saja berbicara.

Bella bersandar di tepi meja, sama sekali tak terganggu oleh tatapan tajam yang kini Phillips lemparkan padanya juga. Bahkan, ia terkikik kecil sambil memiringkan kepala, seolah menganggap ekspresi kesal pria itu justru menghibur.

“Oh, jangan menatapku seperti itu, Tuan Tinggi-Misterius-dan-Tampan. Nanti aku bisa mimpi buruk. Kau juga Eva, lain kali biarkan aku mengambil pop corn terlebih dulu.” godanya ringan.

Phillips menegang, rahangnya mengeras lebih dalam. Namun alih-alih membalas Bella, tatapannya kembali beralih pada Eva seolah diam-diam bertanya: siapa yang sedang kau ajak bicara?

Eva mengernyit. Apa lagi maksudnya kali ini? Ia tak punya waktu untuk menebak-nebak arti pandangan misterius Phillips. Dengan gerakan cepat, ia mengambil setumpuk buku, berusaha fokus pada sesuatu yang lebih normal.

“Kalau kau sudah selesai menuduhku mencuri… apa pun yang kau pikir telah aku ambil, aku masih punya pekerjaan yang harus diselesaikan. Tidak seperti dirimu, Phillips sebagian dari kami ini benar-benar harus mencari nafkah. Kau juga Bella kembali bekerja atau kita berdua bisa kehilangan pekerjaan kita.”

Phillips tidak pantang menyerah. Ia tarik kursi di belakangnya lalu duduk di depan meja Eva, bersandar dengan santainya tanpa peduli dengan Eva yang berdecak pelan kepadanya.

“Aku mengerti sekarang. Ternyata kau tidak berubah.”

Eva menghembuskan napasnya kesal. “Kali ini kau mau menuduhku apa lagi? Aku mohon cobalah berpikir lebih kreatif sehingga aku tidak akan bosan mendengarkannya.”

“Kau melakukannya lagi.“

Eva kembali menyibukkan matanya pada buku yang tengah terbuka lebar di hadapannya. Tangannya dengan telaten memeriksa setiap lembar halamannya untuk memeriksa kondisi buku tersebut.

“Kau berbicara dengan yang tidak terlihat-“

Tangan Eva terhenti namun matanya sama sekali tidak terangkat. Ia sudah bosan mendengar tentang hal ini. Tidak ada yang mengejutkan. Bukankah karena kelebihannya bisa melihat hantu ini yang membuatnya justru terjebak dengan drama keluarga Alastair?

“-lagi dan kali ini kau masih tidak menyadarinya.”

Eva mendongak. Perlahan ia tutup buku bersampul cokelat di hadapannya lalu menatap pria tampan di depannya lekat-lekat.

Eva bingung.

Selama di perpustakaan pagi ini ia hanya berbicara dengan 3 orang. Atasannya, Bella, dan Phillips. Lalu siapa yang Phillips maksud sebagai hantu? Tadi pagi ketika ia berbicara dengan atasannya sama sekali tidak ada yang aneh. She is pretty much alive. Lalu Bella, dia juga terlihat sangat normal seperti biasanya. Bekerja sambari mengobrol ringan.

Eva memandang Phillips dengan raut wajah curiga sekaligus menuduh.

Lihat selengkapnya