Eva berdiri di depan pintu kamar tuan muda Phillips. Dengan tempo teratur, Eva mengetukkan kedua jarinya pada pintu besar di depannya.
Tok Tok
Tok Tok
“Tuan muda Phillips?”
Hening. Tidak ada jawaban.
Eva kembali mengetuk pintu itu.
Tok Tok
Tok Tok
Namun tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar tuan muda Phillips. Memutar bola matanya malas, kali ini Eva mengetuk pintu itu lebih keras.
TOK
TOK
TOK
TOK
“Tuan muda Phillips, apakah anda di dalam? Jika anda tidak segera menjawabku, aku akan masuk sekarang!” seru Eva dari luar kamar dengan tangan yang sudah menggenggam gagang pintu kamar milik tuan muda Phillips.
Ceklek.
Eva memberanikan diri memutar gagang pintu di depannya dan membuka pintu itu perlahan. Mata indahnya langsung disambut dengan ruangan bernuansa serba hitam di depannya.
“Astaga gelap sekali kamar ini?” celetuk Eva lalu mengedip-ngedipkan matanya. Mencoba menyesuaikan pandangan matanya pada keadaan gelap di depannya. Kaki Eva kini berjalan mantap ke sisi kiri ruangan besar itu, menuju jendela yang secara keseluruhan tertutupi oleh tirai berwarna hitam yang senada dengan warna tembok di ruangan itu.
Sret! Sret!
Eva menggeser tirai dengan panjang hampir dua meter itu ke sisi kanan dan kiri jendela. Membuat cahaya matahari terpaksa masuk ke dalam ruangan itu. Eva segera menolehkan kepalanya mencari keberadaan tuan muda Phillips. Namun, Ia hanya mendapati kasur berukuran king sixe dengan sprei berwarna hitam itu kosong dan telah tertata rapi.
“Kemana tuan muda Phillips pergi?”
Eva menemukan pintu berwarna hitam yang sedang dalam keadaan tertutup. Eva yakin ruangan itu adalah kamar mandi milik tuan muda Phillips.
Eva pun memutuskan untuk mendekati pintu tersebut. Gadis itu kemudian menempelkan telinganya pada pintu berukir itu. Meski Eva sudah menajamkan pendengarannya, Eva sama sekali tidak mendengar ada suara dari dalam sana.
“Kalau tidak ada di kamar mandi. Di mana laki-laki itu sekarang? Apakah dia sudah ada di ruang makan?” tanya Eva dengan posisi telinga yang masih menempel pada pintu kamar mandi.
Ceklek
Bruk
Pintu itu terbuka. Menampilkan sosok laki-laki yang sedari tadi Eva cari, tuan muda Phillips. Mata Eva membesar, kini telinganya tak lagi tertempel pada pintu namun sudah bersandar pada dada bidang millik majikannya itu.
Buru-buru Eva menarik tubuhnya dan membetulkan posisinya.
“Tuan muda aku bisa jelaskan semuanya! Aku tidak bermaksud untuk ma-“
“Sedang apa kau di dalam kamarku, atau lebih tepatnya di depan kamar mandiku? Siapa yang mengizinkanmu untuk masuk hah?” amuk tuan muda Phillips pada Eva yang kini hanya bisa berdiri mematung di depannya.
Tuan muda Phillips memandanginya dengan tatapan tajam menunggu Eva menjawab pertanyaannya. Dengan keadaan masih memakai jubah mandi dan rambut yang dalam keadaan setengah basah. Tuan muda Phillips terlihat menakjubkan untuk Eva. Otak Eva sampai sulit untuk mencari alasan yang tepat mengapa Ia bisa sampai ada di luar kamar mandi tuan mudanya itu.
Ketika mengenakan baju lengkap saja pesona tuan muda Phillips sudah menguar kemana-mana, bisa dibayangkan bagaimana pesona tuan muda Phillips ketika Ia hanya mengenakan jubah mandi saja. Tentu Eva tidak akan berbohong dan mengatakan kalau tuan muda muda Phillips tidak terlihat menarik.
Terlalu terlarut dengan pikirannya sendiri, Eva sampai tercekat ketika Tuan muda Phillips mencekram lengannya erat dan menarik gadis itu sampai ke luar pintu kamar.
“Nenek memang memberimu tugas untuk merawat dan menemaniku, tapi itu bukan berarti kau bisa dengan lancang masuk ke dalam kamarku seenak jidat! Kau harus ingat kalau aku ini majikanmu! Sekarang kau tunggu saja di sini sampai aku selesai berganti pakaian! Dasar bodoh!”
Telinga Eva sampai berdenging mendengar kicauan tuan muda Phillips yang memekakan telinganya. Eva hanya berharap para pekerja yang sedang berada di dalam dapur tidak mendengar suara amukan tuan muda Phillips, atau Eva akan dibuat malu nanti.
“Iya tuan mud-“
Brak!
Belum sempat Eva menuntaskan kalimatnya, tuan muda Phillips sudah terlebih dahulu menutup pintu kamarnya dengan kekuatan penuh sampai membuat tembok di sekitar pintu kayu itu bergetar.
“Astaga... benar-benar pemarah. Kenapa sih ada orang seperti itu. Wajah dan attitude-nya sama sekali tidak nyambung.”