Pergi ke tempat yang tak ingin ku datangi.
Pulang ke rumah yang tak ingin ku pulangi.
Mengikuti pelajaran yang tak ku sukai.
Menjalani hidup yang ku benci.
Beginilah kira-kira rangkuman hidupku selama 18 tahun ini, entah terkutuk atau apa, yang dapat kulakukan hanyalah untuk terus bernapas dan menahan rasa sakit…
Apakah suatu pertemuan benar-benar dapat merubah hidup seseorang? Ataukah itu hanya suatu khayalan semata…
Jika seandainya perubahan itu benar-benar nyata, dan jika seandainya perubahan itu datang padaku…
Apakah perubahan itu akan menjadi suatu hal yang baik atau yang buruk? Apakah aku benar-benar memiliki kekuatan untuk menerima perubahan itu?
---
Pada saat diriku hilang dalam benakku tak lama ku sadar bahwa Natasia sudah berhasil menyeretku ke depan ruang OSIS.
“Ayo-ayo, jangan malu-malu ♬” Kata Natasia sambil menarik ku masuk.
Sesudah aku berpijak di ruang OSIS aku pun mulai melakukan observasi ekosistem sekitar.
Ruang OSIS, berada di lantai 2, berbeda dengan ruang kelas lain ruang ini tidak memiliki jendela yang menunjukan lorong sekolah, semua jendela terdapat di arah barat, menghadap ke halaman sekolah.
Jendela-jendela yang ada di ruang ini lebih besar dari jendela yang ada di ruang kelas biasa membuat ruang ini lebih terisi dengan cahaya matahari, keseluruhan ruang yang terjaga bersih, hanya terdapat sekitar 15 kursi dengan beberapa meja yang disatukan di pusat ruangan.
Di dalam Ruangan tersebut hanya ada sosok beberapa orang yaitu, Roni yang sedang duduk membaca suatu buku yang tebal, ada anak perempuan yang terlihat sedang tidur pulas dengan kepalanya diistirahatkan di atas meja, Natasia dengan raut wajahnya yang penuh kegembiraan setelah berhasil menyeretku ke sini, dan satu lagi Pak Noel yang nampaknya juga sedang tidur pulas dengan wajahnya yang dihadapkan ke langit sambil ditutupi koran.
“Nah, ayo duduk.” Ujar Natasia.
“Um, oke…”
…
…
Ee… mereka ngajak gua kesini buat apa?, udah seperempat jam pantat gua beku di bangku ini tapi kenapa tempat ini tetap sepi kayak kuburan? Kenapa si Roni yang tadinya ngebacot tiba-tiba anteng baca kamus, kenapa Natasia dari tadi cuman cengar-cengir? Kenapa suara ngoroknya si Noel makin kenceng? Anak itu mampus atau apa? Kenapa dia tidur gak bersuara?
Mereka pun hanya hening, masing-masing melalukan kegiatan mereka dengan tenang, suasana ruang OSIS yang terasa sepi ini membuat suara detikan jam dinding dan suara AC terdengar dengan jelas ditambah dengan suara dengkuran Pak Noel yang makin mengeras.
Suasana ini pun terasa semakin canggung dikarenakan ruangan yang hanya diisi oleh beberapa orang ini membuat AC terasa jauh lebih dingin dari ruang lainnya
Sejujurnya kalau jadi OSIS cuman berdiam diri seperti ini, aku gak keberatan sama sekali... malah dengan senang hati aku mau bergabung, tapi sejujurnya diajak masuk ke territory asing seperti ini lalu ditinggal dalam kesunyian seperti ini bagi makhluk canggung sepertiku rasanya ini seperti dibunuh secara perlahan.
Tak tahan dengan atmosfer canggung ini aku pun mulai memikirkan rencana untuk memecah suasana dingin ini, namun seketika aku berinisiatif untuk memulai percakapan terdengar suara pintu mulai terbuka.
Dari luar pintu itu masuk seorang siswa dengan tubuh tinggi, kulit yang sawo matang dan rambut yang sedikit keriting dicukur rapih, dengan tangan kirinya yang membawa banyak berkas, dengan senyum ramah ia memasuki ruangan dan menyadari keberadaanku.
“Oalah, kita ada tamu nih?” Ucap siswa itu dengan suaranya yang tender.
“Yoih, dia Rumi ♥, anggota baru kita ♫” Seruduk Natasia.
“Salam kenal ya Rumi, namaku Gilang, aku wakil ketua OSIS.”
Dengan senyuman lebar ia menodongkan tangannya sebagai perkenalan.
“... iya, salam kenal juga.”
Akhirnya manusia yang terlihat normal datang!
Gilang pun menaruh berkasnya di meja dan mulai menepukkan tangannya.
Prokk Pokk