“Pelajaran Bahasa Indonesia hari ini tenang menulis karangan!” kataku gembira.
“Fuuuh …! Capek, deh …!” keluh Rusman, teman sebangkuku.
“Lho … kok, gitu, sih …!” kataku. Aku sebal melihat Rusman mengeluh sambil memandangku dengan pandangan yang mengejek.
“Bagimu mungkin menyenangkan, bagiku … tidak sama sekali!” katanya seraya bangkit dari kursi yang dari tadi didudukinya.
Aku mencoba sabar. Aku mengeluarkan buku Bahasa Indonesia dan mulai membuka-buka halamannya.
“Sekarang, kalian harus menulis karangan! Ibu tak menentukan temanya, buatlah karangan bebas dengan tema yang kalian tentukan sendiri!” seru Bu Sukma lantang. Tentu saja, murid-murid langsung berkeluh-kesah dan saling bertanya.
“Berapa paragraf, Bu?”
“Berapa baris, Bu?”
“Bu, harus pakai pulpen atau boleh pakai pensil?”
“Sudah, sudah …! Kalian ini ribut saja! Kerjakan saja dengan tema bebas!” seru Bu Sukma gereget.
“YEEE!!!” seruku girang. Aku begitu bersemangat untuk membuat karangan, sehingga tak sadar bersorak sendiri.
“HUUU …!!!” sorak teman-temanku mengejek. Aku jadi malu sekali. Bayangin saja, disorakin sama teman-teman sekelas!
“DIAMMM!!!” teriak Bu Sukma. Detik itu juga, suasana kelas langsung hening tanpa suara. “Kalau ada yang bersuara lagi, akan Ibu hukum!”