“Arsel.. umn… Ayo kita bicara okey? Apa yang buat kamu marah begini?” ucapku pelan.
Aduh! Aku jadi merasa takut sekarang!
Aku berbalik untuk berbicara langsung dengannya namun saat benar-benar menatapnya aku malah semakin ketakutan.
Kenapa ekspresinya seram begitu?!
Aku memalingkan wajahku saat mata kami saling bertatapan.
“Aku sedang bertanya padamu Azura, kamu baru pulang darimana?” ucap Arsel penuh penekanan. Dengan suara rendah, terdengar seperti geraman yang tertahan, suara seraknya membuat merinding sekaligus terdengar seksi.
What? Seksi?
Hal gila apa yang sedang kupikirkan sekarang? Rasanya aku ingin mengutuk pikiranku sendiri.
Enyahkan semua pikiran anehku!
Melihat ekpresi seramnya ditambah situasi kami berdua yang sangat akward, aku hanya bisa menelan ludah. Jarak antara aku dengan Arsel begitu dekat dan intens, sampai aku bisa merasakan bibirnya menyentuh telingaku saat dia berbicara tadi.
“Aku pergi dengan Rietta tadi, membeli ini!” jawabku sambil menyodorkan paper bag yang sedang aku pegang.
Aku yang merasa ciut dihadapannya tidak berani menatap matanya lagi.
“Arsel.. aku minta maaf kalau aku ada salah ya.” Entah apa yang membuatku refleks mengatakan ini, mungkin karena ketakutan saat ini atau situasiku yang sedang terdesak. Aku benar-benar bingung apa yang harus kukatakan lagi padanya!
Tolong, aku ingin segera kabur dari sini!
“Arsel, jangan begini dong pliss!” Aku meringis pelan sambil memohon.
“Kamu mendorong Sienna padaku, sementara kamu asyik menggoda cowok lain di luar sana. Kamu pikir aku tidak tahu!” geram Arsel tepat di dekat telingaku. “Kamu membuatku harus menghadapi cewek itu setiap hari, dan begini caramu membalasku.”
Aku merasa sekujur tubuhku meremang, sambil memejamkan mata aku berusaha mengontrol diriku. Aku merasa ketakutan, tapi aku tidak benar-benar tahu apa maksud dari Arsel?
Apa artinya dia tidak menyukai Sienna? Tapi aku tidak pernah mendorong Sienna padanya! Mereka yang sudah dekat sedari awal.
“Ah!”
Aku terkejut hebat saat tubuhku tiba-tiba terangkat, Arsel, cowok itu menggendongku di kedua lengannya.
“Kenapa malah… Kenapa mengangkatku begini? Turunkan aku! Turunkan aku Arsel!” teriakku marah.
Sebelum aku merasa semakin histeris, akhirnya tubuhku mendarat mulus di atas tempat tidurku.
Namun nyatanya aku malah dibuat semakin terguncang saat menyadari bahwa Arsel juga ikutan naik ke atasku.
Aku ternganga tidak habis pikir dengan tindakan gilanya.
“Kamu apa-apaan!” jeritku.
Pertanyaan bertubi-tubi muncul di otakku, yang pada saat bersamaan Arsel malah mengelus-elus pelan rambutku dan menciuminya.
Oh my goodness!