Lagu One OK Rock telah berganti bertepatan dengan cutelnya ketikan di bloknot ponsel. Tradisi menulis menjadi air mandi [13] dari keluarga Ibu. Ibu dan tante Ninda, adik ibuku condong memilih berkisah dalam buku harian. Bukan gagu, hanya mempunyai cara sendiri melimpahkan kesah. Tentu saja kebiasaan keluarga Ibu mempengaruhiku. Yang berbeda di sini adalah aku lebih memilih notes ponsel ketimbang jurnal manual.
Tentang Norlorn haruskah buka suara? Aku tak tahu dapat bercerita pada siapa. Adakah seseorang yang bisa kupercaya?
Sepertinya ada cara lain. Mungkin, bertanya pada orang yang mempunyai kemampuan spiritual lebih tinggi dan ahli dalam ihwal ini bisa dicoba. Untuk menegaskan bahwa Norlorn bukan makhluk dongengan atau entitas lokal cendala yang berkedok. Agak sangsi memang untuk makhluk serupawan dia ada di tanah air ini, apalagi di desa kutinggali sementara. Benarkah Norlorn makhluk mitologi Jerman sungguhan? Membuat sakit kepala saja dia itu.
Jatuh cinta memang indah, namun kasus sekarang berbeda. Hati ini terpikat pada makhluk tak kasat mata asal nagari antah berantah. Belum jelas juga maujud faktual dia di penglihatan. Batin bilang iya itu wujud dia yang sebenarnya. Di sisi lain, logika memaksa menyelidiki lebih lanjut.
Lalu siapa yang mampu membantuku untuk membeberkan rupa Norlorn?
Ayolah Giovani, camkan seseorang berspiritual tinggi kau kenal!
Belum ada satu menit merenung, nama Reira tebersit. Hmmm... kelihatannya dia kapabel membantuku. Reira adalah teman Karisma, paranormal sekaligus model kenamaan Tokyo. Dia juga berprofesi sebagai hosuto. Kucedok ponsel membuka aplikasi Whatsapp memeriksa nomer ponsel Reira. Tidak sulit mencari nomer ponsel dia. Reira ada paling depan dalam daftar orang sering ku-chat. Lega melihat Reira sedang daring.
Secepatnya jariku menyentuh tombol telepon dan menunggu telepon tersambung. Beberapa detik setelah terangkat kedengaran suara riuh-rendah beserta salam bahasa Jepang.
“Halo, dengan Reira di sini,” kata suara dari seberang.
“Halo... selamat siang. Aku Giovani.”
“Giovani?”
“Adik dari Kak Karisma Cahaya dengan nama panggung Hikaru Nagisa, kelab Top Dandy 1st.”
“Ah, maaf aku baru ingat. Maklum, umurku mulai tua. Hahaha…”
“Tidak apa-apa, santai saja. Sebentar lagi aku juga tua.”
“Kau apa kabar?”
“Kabarku baik. Bagaimana denganmu, Kak?”
“Aku sendiri baik.”
“Kakak masih bekerja di kelab ALLBLACK?”
“Tentu saja. Ayo main lagi ke kelab ALLBLACK.” ajak Reira.
“Jika ada kesempatan lagi aku akan main.”
“Tidak biasanya kau telepon. Ada apa?”
“Tepat sekali Kakak bertanya,”
“Apa maksudmu?”
“Sebenarnya, aku semalam….”
Segala perjumpaan kunarasikan tanpa interval. Reira pasif menyimak sampai selesai. Akhirnya, dia menafsir cerita dari telepon. Kesan dia terdengar tenang.
“Kau suruh dia datang padaku,” ucap dia.
“Memangnya bisa?”
“Kalau kau bisa memanggil dia berarti dia juga bisa datang padaku.”
“Caranya bagaimana?”
“Kau bilang dia agar segera datang padaku ke kelab ALLBLACK, Tokyo.”
“Baiklah Kak. Terima kasih sudah membantu,”
“Sama-sama, aku tunggu dia di kelab.” ujar Reira. Sambungan telepon mati.