Simurgh telah tiba di pekarangan kastel, tubuhnya melandai berikut selarap sayap. Norlorn menjujut tali kemudi sembari menyusupkan ke tas. Kemudian, tungkai dia menuruni sayap pelan-pelan. Selepas itu dia melanjurkan tangan dari pertengahan jalan sambil membantuku turun.
Sato perpadanan serigala dan elang menderam satu kali bak salam undur diri setelah kami sukses mendarat di jerambah. Norlorn mengangguk pada tunggangannya. Simurh mengibas ekor lalu mengambil awalan lepas landas. Sayapnya terangkat hingga rambutku melambai, imbas dari pawana ditimbulkan kepak Simurgh. Norlorn meminta agar segera menjauh bersamanya dari Simurgh.
Kedua cakar depannya terangkat, berlanjut mengangkasa meninggalkan puri. Suket berayun halus sehabis kepergian Simurgh. Kami meneruskan langkah ke dalam. Pengawal membuka pintu istana membolehkan aku dan Norlorn masuk. Tangan Norlorn bertindak usil, memagut pinggulku. Wajah ini masam serayap menanap dia.
“Mau apa kamu?” Aku menjegil.
“Begitukah sikap seorang calon istri pada calon suaminya?” Norlorn memprovokasi.
“Belum resmi!”
“Aku sudah melamarmu, Nona.” Norlorn mendengkus.
“Ya memang, tapi kamu belum sah jadi suamiku.” kataku menentang.
“Kau sendiri yang bilang selalu ingin di sisiku.” Norlorn bermuka masam.
“Aku nggak pernah ingat bilang begitu,”
“Kau tidak ingat pernah menyuruhku pergi ke Tokyo?”
“Lalu kenapa?”
“Cuma untukmu aku rela menemui manusia. Kau tahu, aku masih membenci conjurer!” Seru Norlorn, dia bertutur panjang.
“Kau membenciku dan Kak Reira, begitu?” Aku memagas dialog.
“Bukan,”
“Lalu?”
“Membenci profesinya,” Norlorn menjawab singkat.
“Kamu nggak sentimen sama aku ‘kan?”
“Tidak, asal kau tinggalkan semua tentang conjurer.” Norlorn menggubris.
“Nggak boleh meneruskan dunia itu lagi?”
“Ya.” Kepala Norlorn turun naik.
“Apa yang harus kulakukan?”
“Kau tidak perlu khawatir. Aku akan membantumu nanti.”
“Benarkah?”
“Tinggalkan semua tentang konjurasi. Tuhan akan menolongmu tanpa mengusik keberadaan “mereka”.” Norlorn merunduk, memaut diriku.
“Tapi….”
“Kau ingin menjadi lebih baik atau tidak?”
“Ya mau, tapi….”
“Sebagai calon suamimu, aku tidak ingin kau terlalu jauh terjun di dunia itu.” Norlorn tersenyum.
“Aku hanya perlu waktu untuk melepaskan diri dari dunia konjurasi.” Serebrum beraksi, sesaat wajah Norlorn terkejut. Bibirnya melengkung ke bawah.
“Tak perlu buru-buru, perlahan namun pasti.” Norlorn bergegas mekelap erat torsoku.
“Aku tahu kamu bisa membantuku.”