16 Mei 2018
Tempat Pemakaman Umum Aoyama, Minato-ku, Tokyo-to, pukul 1 siang waktu setempat
Ada yang berbeda pada musim semi tahun ini di Tokyo. Sudah setahun lamanya meninggalkan kota Tokyo, kota kenangan di masa lalu. Musim semi saat aku kembali diiringi duka. Di sinilah tempat persemayaman terakhir saudariku. Akshita tertidur dalam damai pada bulan April 2017 bersamaan dengan ulang tahun kami berdua.
“Maaf ya, gue baru bisa bawa lo ke sini.” Kak Karisma menuntunku jalan ke makam.
“Nggak apa-apa, Kak. Itu keputusan terbaik dari Tuhan buat Akshita.” Aku tersenyum.
Udara di pemakaman terasa sejuk. Pohon sakura seakan menyambut kami memasuki pusara salah satu orang kami sayangi. Pemakaman terasa lengang, hanya beberapa orang selain kami yang berziarah.
“Kalau gue bisa pulang waktu itu pasti Akshita nggak meninggal.”
“Jangan menyalahkan diri lo sendiri,Gi.”
“Gue merasa nggak enak sama Akshita.”
“Tuhan menggariskan takdir buat Akshita. Doain dia supaya tenang.” ucap Kak Hikaru menatap lurus jalan pemakaman.
“Lo beli bunga dan osenkou?”
“Ya. Gantian lo ambil air sana.” tunjuk Kak Karisma pada tempat yang sudah disediakan.
Kuambil air dan memasukan ke ember kecil dari ransel. Kujinjing ember itu ke tempat Kak Karisma menunggu di makam Akshita. Berbeda dengan Indonesia, makam di Jepang tak melakukan penguburan pertubuh. Bisa untuk rombongan keluarga yang memiliki marga sama.
Keunikan lain makam di Jepang, setiap makam hanya ada satu lubang untuk menempatkan kendi-kendi kecil berisi serbuk tulang kremasi. Nisan makam dapat digeser. Tujuannya, jika ada kendi baru yang datang tak perlu menggali lagi. Tinggal dorong dan dimasukkan untuk dijadikan satu dengan kendi lain.
Di nisan, tertulis佐藤 (Sato) dan di balik batu nisan ada nama saudariku. Dibagian samping makam, terdapat silsilah keluarga besar Kak Karisma. Aku tahu, Akshita dan aku memang bukan bagian dari keluarga besar Kak Karisma, namun semuanya sudah setuju Akshita dimakamkan di makam buyut Kak Karisma.