"Masih mau kembali ke sekolah? Tidak-tidak, kuganti dengan kata perintah, kamu harus kembali ke sekolah!" Ujar pria berambut cepak yang kini duduk berhadapan dengan seorang perempuan yang sedang menyeruput latte favoritnya. Meski satu kota, baru setelah tiga bulan mereka bisa berjumpa, itu pun setengah memaksa.
Perempuan di depannya bernama Logika Gantari itu terperangah. Ia tak bisa bergeming sama sekali seolah dahsyatnya badai salju menghantam dirinya. Ia masih ingat betul kejadian lima tahun lalu. Membayangkan saja, ia selalu mengalami tiga puluh detik berkelana di pikirannya sendiri. Tiga puluh detik itu membawa jiwanya ke dalam hutan yang gulita, berlarian mencari jalan keluar tapi tak kunjung bertemu. Sampai pada detik Akar Wistara menggoyang-goyangkan tubuhnya, seketika itu jiwanya terkesiap kembali ke dalam tubuhnya sendiri.
"Ngomong apa kamu, Akar?" Tanyanya memastikan dan setengah tak percaya. Kosakata sekolah sudah dilarang sejak lama dalam pertemanan mereka.
"Kembali ke sekolah. Sekolah kita."
"Tidak bisa." Jawabnya tegas.