"Ma, jangan sekarang ya, aku belum siap. Please ...," rengeknya untuk kesekian kali, dengan tetap mempertahankan tangkupan tangannya.
"Kalau bukan sekarang, kapan bisanya, Nak?"
"Habis lebaran deh, janji." Aleena mengangkat jari telunjuk dan tengahnya bersamaan. "Lagian ini terlalu panjang, Ma, kayak ibu-ibu arisan. Aleena cepat gerah kalau pakai ginian."
Kunna menghela napasnya, mencoba bersabar menghadapi putri sulungnya yang satu ini. Sikap Aleena yang kadang kekanak-kanakan dan keras kepala, membuat dirinya harus berusaha lebih keras untuk membujuk anak gadisnya agar memakai hijab. Terlebih, ini adalah kali pertama Aleena mencoba memakai kain yang akan menutupi rambut panjangnya yang biasa tergerai bebas. Sebagai seorang ibu, Kunna sadar akan kewajibannya sebagai orang tua untuk mengajarkan hal yang baik, bahkan kalau perlu memaksa Aleena untuk mengenakan hijab.
"Aleena pasti bisa, kok. Toh juga, putri Mama kan udah gede, masak nggak mau pakai jilbab sih? Malu dong sama anaknya Tante Maya, kecil-kecil udah dibiasain pakai jilbab."
Aleena mendengkus kesal, bukannya tidak mau menuruti ucapan mamanya, hanya saja dia tidak ingin ditertawakan teman sekelasnya ketika memakai jilbab yang panjangnya melebihi pundak. Bagaimana kalau dia dikatakan ibu-ibu pengajian?
"Mau yah? Sayang lho, Mama udah capek-capek keliling toko buat cari pakaian syar'i kayak gini." Kunna kembali merayu, berharap hati Aleena akan luluh dan menuruti perkataannya.
"Kenapa sih, Mama tiba-tiba nyuruh Alina pakai ginian? Biasanya juga, Mama nggak pernah complain sama penampilan Alin."
"Ini karena Adit ceramahin Mama kemarin malam."
"Bocah itu?" tanya Aleena tidak percaya.
"Iya, Kak. Kata guru ngaji Adit, seorang wanita wajib menutup auratnya kalau sudah baligh," beo seorang bocah yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Dalam Al-Qur'an surah Al-Ahzab ayat 59, Allah berfirman yang artinya "Wahai Nabi! Perintahkanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, 'hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang," isi kandungan dari ayat ini adalah, setiap wanita muslimah baik yang sudah baik agamanya maupun belum, diwajibkan untuk menutup auratnya dengan jilbab syar'i. Tujuannya untuk menjaga kehormatan dan terhindar dari godaan laki-laki." Adit menjelaskan panjang lebar, membuat Aleena yang mendengarnya melongo tidak percaya. Bagaimana mungkin bocah laki-laki yang baru duduk di bangku kelas enam SD itu begitu paham dengan agama, yang dirinya saja tidak tahu?
"Tuh! Denger kata adek kamu. Adit aja paham, masa kamu yang perempuan nggak paham?"
Aleena tidak menggubris perkataan mamanya. Mulutnya masih menganga, menatap Adit yang cengar-cengir di ambang pintu. "Kok kamu bisa tahu sedetail itu sih, Dit?"
"Aditya gitu lho! Pinternya dari lahir," ucap Adit memukul dadanya bangga.
"Kasih tau dong, siapa yang ngajarin?"
"Ustadnya Adit, lah."
"Spill nama dong, Dit!" pinta Aleena hendak berjalan ke arah adeknya.
"Nggak boleh kepo!" balas Adit malah berlari keluar, tanpa memedulikan teriakan dari Aleena.
***
Dua jam sudah berlalu, langit semakin menampakkan kilaunya, mentari pun kian meninggi, namun seorang gadis yang sudah siap dengan tas dan perlengkapan lainnya belum juga beranjak dari tempatnya berdiri. Kedua tangan mungilnya masih saja memilin ujung jilbab berwarna krimer dengan panjang hampir menutupi seluruh tubuh bagian atas.
"Aleena, berapa jam lagi kamu dandan?" Suara Kunna berhasil menghentikan lamunannya. "Arjun udah nungguin tuh, di depan."
Mendengar dua nama itu, Aleena lantas meraih handphone dan bergegas keluar, meski dengan wajah yang masih ditekuk. Karena melamun terlalu lama, Aleena merelakan waktu sarapannya agar kedua orang di depan sana tidak menunggunya semakin lama. Aleena sudah bisa meramal ucapan apa yang akan kedua sahabatnya lontarkan jika dia keluar rumah.