My Destiny is You

Almayna
Chapter #15

A Jobdesk

"Na, habis kuliah mau pulang dulu apa langsung ke masjid?"

Gadis yang sibuk menyalin materi di bukunya bergeming sebentar, dan kembali melanjutkan kegiatannya. Sahabatnya yang duduk di bangku sebelahnya menghela napas kesal.

"Na, kamu denger aku nggak?"

"Bentar, Sye. Gue lagi mikir." Akhirnya, gadis itu menegakkan pundaknya, lalu mengetuk pulpen di dagunya. "Memangnya ada acara, ya, sore ini?"

"Keliatan nih, belum buka grup." Syena mengeluarkan handphone dari saku gamisnya, lalu memperlihatkan sesuatu pada sahabatnya. "Nih. Hari ini pembagian jobdesk buat panitia yang lolos seleksi, Na."

Aleena melongoskan kepalanya, membaca pesan yang diperlihatkan kepadanya. "Memangnya kita lolos, Sye?" tanyanya begitu polos.

Antara gemas dan gregetan, Syena ingin sekali meremas pipi chubby Aleena. Entah kenapa, semesta mengirimkan sahabat modelan Aleena? Kalau menyangkut materi pelajaran, Aleena tergolong cerdas. Tapi kenapa dalam hal seremeh ini, gadis itu begitu polos?

"Syena?" Gadis itu mengibaskan tangannya di depan wajah Syena.

"Menurut kamu? Kenapa kita masuk grup kepanitiaan kalau nggak lolos, Na? Hadeh." Syena memijit kepalanya yang terasa berdenyut.

"Oh, berarti kita udah jadi panitia?" tanyanya dengan wajah berbinar.

Syena hanya merespon dengan anggukan tak bersemangat. Sudah cukup energinya terkuras gara-gara sikap sahabatnya. "Gimana? Kamu mau balik dulu nggak?"

"Sebenarnya, sore ini si Arjun ngajak ngabuburit. Tapi kalau masalah ini, mungkin bisa dibicarakan lagi," balasnya menampilkan senyum Pepsodent.

"Yaelah, bilang aja pengin ketemu Khalid."

Seketika, Aleena menjentikkan jari begitu Syena menyelesaikan kalimatnya. "Nah, itu tau."

"Terus gimana? Mau balik nggak?" tanya Syena untuk yang kesekian kali.

Seperti biasa, sosok yang ditanya tidak akan langsung menjawab. Ia akan mengetuk dagunya beberapa kali, dilanjutkan dengan merangkai kata yang akan menjadi sebuah jawaban. Beruntung, Syena sudah terbiasa dengan sikapnya sahabatnya, jadi ia terbiasa sabar menghadapi sahabatnya itu.

"Hari ini, gue ada kelas sampai jam tiga. Kalau pulang, butuh waktu setengah jam sampai rumah. Belum lagi kalau ketemu Adit, pasti lama karena harus dengerin pelajaran yang dia dapat di sekolah. Pasti bakal telat kalau balik ke kampus lagi. Tapi, kalau nggak pulang sampai Magrib, ntar Mama nyariin. Gimana ya, Sye?"

Lihat selengkapnya